14 Desember dalam Sejarah, Tiga Duel Legendaris yang Mengguncang Ring

14 Desember dalam Sejarah. 3 Duel Legendaris Dunia

Ada hari hari tertentu yang entah kenapa selalu menghadirkan pertarungan besar. 14 Desember adalah salah satu nya.

Menurut penulis.. tanggal ini seperti keramat. Dari era yang berbeda. kelas yang lain sampai karakter petinju yang benar benar berbeda.

Bukan kebetulan. karena duel duel yang lahir pada tanggal dan bulan ini bukan tentang menang atau pun kalah. Ada yang menutup karir lawan. bahkan ada yang di kenang karena kekacauan yang tak pernah terlupakan.

kita akan menengok tiga duel legendaris yang sama sama terjadi pada 14 Desember.

kisah nya paling pas di mulai dari era lama saat tinju masih keras. minim basa basi, seorang petinju Meksiko bernama Ruben Olivares sedang berada di puncak ketakutan nya di kelas bantam.

1.Ruben Olivares vs Jesus Pimentel.

14 Desember 1971. Inglewood, California

Jujur saja… kalau kita bicara tentang Ruben Olivares di awal 1970 an, rasa nya sulit membayangkan siapa yang benar benar ingin berada di seberang ring dengan nya.

Olivares bukan juara yang menang lewat angka. dia adalah petinju yang memaksa lawan nya bertarung mau atau tidak.

Olivares mempertahankan gelar dunia WBC, WBA dan the ring kelas bantam melawan Jesus Pimentel.

sekilas Pimentel adalah penantang yang layak. saat itu dia sudah malang melintang dengan bertarung sebanyak 75x menang, 67 kali KO kalah 7x. ini bukan rekor yang main2.

dia di kenal tangguh dan berani untuk berdiri menghadapi sang juara. Tapi keberanian saja sering kali tidak cukup, apalagi melawan Olivares.

Sejak ronde ronde awal, arah pertarungan sudah terlihat. Olivares terus maju, dIa tidak memberi Pimentel kesempatan untuk meneyerang balik.

Pukulan ke badan datang lebih dulu, lalu di susul serangan ke kepala. Gaya bertarung yang melelahkan memang itu ciri khas Olivares.

Pimentel bertahan. dia tidak langsung runtuh, dan itu patut di hargai.

Namun semakin jauh pertarungan berjalan. semakin terlihat bahwa ini bukan soal siapa yang lebih pintar. tapi siapa yang bisa bertahan lebih lama. di titik itu, Olivares berada di level atas.

Di ronde ke-11.. tekanan yang terus menerus akhir nya terhenti di bel terakhir. sang pelatih pimentel langsung masuk memberi tahu wasit untuk menghentikan duel.

RTD ronde 11 untuk Ruben Olivares. Tidak dramatis karena sang penantang bisa berdiri, hanya saja pelatih nya melihat anak didik nya kelelahan.

pandangan saya..keputusan ini sangat tepat demi menjaga keselematan sang petinju itu sendiri.

Yang membuat duel ini terasa lebih berat adalah dampak nya bagi Pimentel. Pertarungan ini menjadi laga terakhir dalam karir nya.

ini salah satu contoh bagaimana satu malam di ring bisa mengakhiri segala nya, bukan karena kurang nya keberanian. tapi karena berhadapan dengan orang yang memang sedang berada di puncak zaman nya.

di situlah 14 Desember mulai menorehkan nama nya dalam sejarah. Bukan hanya sebagai tanggal pertandingan, tapi sebagai hari di mana ring tinju menjadi tempat lahir nya kisah2 yang tak pernah benar benar selesai di bicarakan.

Baca juga: Nico ali walsh menang lagi di dubai

2. Riddick Bowe vs Andrew Golota.

Kalau ada satu rivalitas yang menurut penulis lebih sering di ingat karena kekacauan nya dari pada kualitas tinju nya. maka duel Riddick Bowe vs Andrew Golota ada di urutan nomer wahid.

Ini bukan kisah tentang siapa petinju terbaik. Ini tentang kesempatan emas yang di sia siakan. bukan sekali, tapi dua kali dan semua nya terjadi di tahun yang sama.

Pertarungan pertama mereka berlangsung pada 11 Juli 1996, di Madison Square Garden.

Riddick Bowe mantan juara dunia kelas berat ingin kembali membuktikan diri. Sementara Golota Secara fisik, dia terlihat seperti mimpi buruk..tinggi, kuat, dan teknik nya jauh lebih rapi dari kesan yang sering orang ingat sekarang.

Kalo kita main jujur2 an.. jangan hanya menilai dari jalan nya pertarungan.

Golota sebenar nya unggul jauh. rekaman nya masih ada, kita masih bisa menilai nya. dia mendominasi ronde demi ronde, menjatuhkan Bowe. membuat sang mantan juara tampak kewalahan.

Banyak penonton saat itu pasti berfikir…Ini cuma soal waktu.

Masalah nya, Golota melakukan satu kesalahan fatal dan dia mengulanginya terus. Pukulan rendah (low blow).

Berkali kali Meski sudah di peringatkan, di kurangi poin, bahkan di beri kesempatan untuk memperbaiki diri, Golota tetap melanggar.

Akhir nya…. di ronde ke-7, wasit tidak punya pilihan lain Andrew Golota di diskualifikasi.

Bowe di angkat tangan nya… tapi bukan kemenangan yang meyakinkan. Lebih tepat nya, ini kemenangan yang meninggalkan banyak tanda tanya.

Menurut penulis…duel pertama ini adalah momen di mana Golota seharus nya belajar. dia punya semua alat untuk menang. Yang kurang hanya satu…kontrol diri.

Lima bulan kemudian, mereka bertemu lagi. 14 Desember 1996. tanggal yang kembali mencatatkan nama nya dalam sejarah.

bukan karena keindahan teknik. tapi karena kekacauan yang lebih parah dari duel pertama.

Duel ulang ini di gelar di Atlantic City. Harapan nya Golota bertarung bersih. Bowe membuktikan bahwa kekalahan nyaris di laga pertama bukan ke apes an.

Namun yang terjadi justru terasa seperti pengulangan dengan versi lebih gelap.

Golota kembali tampil dominan. dia kembali menjatuhkan Bowe. sayang nya..penyakit kotor ny kambuh. dia kembali melakukan low blow.

Beda nya.. kali ini pelanggaran nya bahkan lebih jelas dan lebih brutal.

Peringatan demi peringatan tidak di gubris. Hingga akhir nya di ronde ke-9 wasit kembali mengakhiri semua nya.

golota di Diskualifikasi Lagi.

Dua pertarungan. kesempatan emas. Dua kemenangan yang sudah di depan mata. semua nya hilang karena kesalahan yang sama.

Kerusuhan pun pecah di dalam dan luar ring. Penonton, tim, bahkan aparat keamanan ikut terseret. Duel ini tidak hanya merusak citra Golota. tapi juga menjadi salah satu malam paling kacau dalam sejarah kelas berat.

Bagi Riddick Bowe, dua kemenangan ini sulit di sebut kebangkitan. dia menang secara resmi, tapi publik tahu ini bukan versi terbaik diri nya.

Sedangkan bagi Andrew Golota, inilah tragedi karir nya.

Pandangan saya sendiri…jarang ada petinju yang begitu dekat dengan kejayaan, tapi justru menjauh karena ulah nya sendiri.

3. Chris Byrd vs Evander Holyfield.

Ketika Evander Holyfield naik ring pada 14 Desember 2002, kita tidak sedang membicarakan petinju biasa.

Dia bukan hanya mantan juara. Holyfield adalah sejarah hidup tinju. Sebelum malam itu sudah menorehkan sesuatu yang hanya bisa di capai sedikiiit orang lain.

Di kelas penjelajah. Holyfield pernah menjadi juara dunia tak terbantahkan menyatukan seluruh sabuk utama.

sebuah prestasi langka yang menjadi fondasi kebesaran nya.

Lalu di kelas berat, dia menulis buku tinta emas yang bahkan lebih gila lagi..empat kali menjadi juara dunia. menghadapi nama nama besar dari era yang keras hingga penuh tekanan.

Namun tinju selalu kejam pada waktu. pada malam itu, Holyfield tidak lagi berdiri sebagai raja.

dia melangkah ke ring sebagai petinju berusia 40 tahun. membawa pengalaman segudang dengan tubuh yang sudah melewati terlalu banyak perang.

Di seberang ring berdiri Chris Byrd. petinju yang, menurut penulis, sering di remehkan karena gaya bertarung nya tidak terburu2.

Byrd bukan pemukul keras seperti holyfield. dia kidal, cerdas, hidup dari gerakan serta ketepatan.

Sejak ronde awal, arah pertarungan perlahan terlihat. Holyfield mencoba mendekat, maju dengan pukulan kombinasi pendek.

Tapi Byrd tidak berdiri diam, dia bergerak ke samping, lalu menghilang sebelum balasan datang.

Menurut saya di sinilah perbedaan usia mulai terasa. Holyfield masih berani. masih mau bertukar, tapi langkah kaki nya terlihat berat. Sementara Byrd justru mengumpulkan poin ronde demi ronde.

Bukan pertarungan yang penuh drama knockdown. Ini adalah duel kesabaran dan disiplin.

Byrd memukul lalu berpindah, Holyfield mengejar lalu berhenti. Semakin jauh laga berjalan, semakin jelas bahwa Byrd memegang kendali bukan lewat kekerasan, tapi lewat kecerdikan.

Setelah 12 ronde hasil diumumkan. Chris Byrd menang melalui keputusan mutlak dan merebut gelar IBF kelas berat yang kosong.

Tidak ada kontroversi berarti. Keputusan ini terasa adil, meski berat bagi banyak penggemar Holyfield.

Bagi Byrd.. kemenangan ini adalah puncak karir. pembuktian bahwa dia layak disebut juara dunia, meski tanpa gaya flamboyan.

Sedangkan bagi Holyfield malam itu terasa seperti pengingat. bahwa legenda terbesar pun tidak bisa melawan waktu selama nya.

inilah salah satu duel yang sering terlupakan justru karena tidak brutal. Padahal makna nya besar. Ini adalah peralihan generasi, momen ketika nama besar menyerahkan panggung kepada pendekatan yang lebih modern.

Menarik nya, sekali lagi 14 Desember menjadi saksi.

Dari Olivares yang menghentikan karir lawan, Bowe dan Golota yang menciptakan kekacauan,. hingga Byrd yang menang dengan ketenangan dingin.

Tanggal yang sama, cerita yang berbeda. semua nya meninggalkan jejak yang tak bisa di hapus.

#Rubenolivares #Evanderholyfield #Riddickbowe #Andrewgolota #chrisbyrd

1 komentar untuk “14 Desember dalam Sejarah, Tiga Duel Legendaris yang Mengguncang Ring”

  1. Pingback: Reset total, keyshawn davis ganti pelatih dan tim baru

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top