Danny Garcia, Sang Petinju Bertangan Emas dari Philadelphia

Danny Garcia, Sang Petinju Bertangan Emas dari Philadelphia

Dalam jagat tinju modern, hanya sedikit petinju yang mampu meninggalkan jejak mendalam baik di dalam maupun di luar ring. Salah satunya adalah Danny “Swift” Garcia, seorang petinju asal Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat, yang lahir pada 20 Maret 1988. Ia bukan hanya dikenal karena rekornya yang impresif—37 kemenangan, 4 kekalahan, dengan 21 di antaranya berakhir KO—tetapi juga karena karakternya yang penuh determinasi, keberanian menghadapi lawan-lawan elite, serta mental baja khas petarung jalanan Philadelphia.

Garcia adalah sosok juara dunia dua divisi, yang menaklukkan puncak di kelas super ringan (140 lbs) dan kemudian melanjutkan kejayaannya di kelas welter (147 lbs). Perjalanan kariernya sarat dengan pertarungan besar melawan nama-nama besar dunia tinju, mulai dari Amir Khan, Lucas Matthysse, Zab Judah, Keith Thurman, Shawn Porter, hingga Errol Spence Jr.. Setiap duel bukan hanya soal pertarungan fisik, tetapi juga pembuktian diri bahwa Danny Garcia adalah bagian penting dari generasi emas tinju modern.

Dikenal dengan julukan “Swift”, Garcia memiliki gaya bertarung yang mengandalkan counterpunching tajam, pukulan kiri hook yang mematikan, serta kesabaran dalam membaca ritme lawan. Ia tidak pernah dikenal sebagai petinju dengan volume pukulan tinggi, tetapi justru sebagai petinju yang efisien, presisi, dan efektif. Satu pukulan bersih dari Garcia bisa mengubah arah pertandingan dalam sekejap.

Lahir dari keluarga Puerto Rico-Amerika, Garcia membawa kebanggaan ganda: mewakili kultur Philadelphia yang keras sekaligus mengangkat bendera Puerto Rico di kancah internasional. Hal ini menjadikannya sosok yang dicintai baik di Amerika maupun komunitas Latin.

Meski kariernya kini berada di fase veteran, dengan empat kekalahan dari petarung papan atas, Garcia tetap dipandang sebagai petinju berkelas. Namanya masih diperhitungkan, bukan hanya karena pengalaman dan kemampuan teknis, tetapi juga karena auranya sebagai mantan juara dunia yang selalu menghadirkan drama di setiap pertarungan.

BACA JUGA: Calon bintang menengah super BEK NURMAGANBET

Awal Karier Amatir Danny Garcia

Danny garcia di amatir

Sebelum menjadi bintang dunia di level profesional, Danny Garcia sudah lebih dulu ditempa di dunia tinju amatir. Ia memulai debut amatirnya pada 17 Mei 2005, ketika masih berusia remaja, dengan semangat besar membawa nama Philadelphia—sebuah kota yang memang dikenal sebagai “rumah” para petarung keras.

Garcia bukan tipe petinju amatir yang mengandalkan volume pukulan tanpa arah. Sejak awal, gaya khasnya sudah terlihat: counterpuncher sabar dengan hook kiri berbahaya. Hal itu membuatnya sering tampil berbeda dibanding petinju amatir lain yang biasanya mengandalkan kecepatan poin.

Dalam kurun waktu dua tahun lebih, Garcia berkompetisi secara intensif, berhadapan dengan berbagai lawan tangguh di level nasional. Ia pun mengakhiri perjalanan amatirnya pada 8 September 2007, dengan catatan rekor 27 kemenangan, 7 kekalahan, dan 4 kemenangan melalui KO.

Rekor tersebut mungkin tidak terlihat sempurna, tetapi justru memperlihatkan karakter Garcia yang kuat. Setiap kekalahan dijadikannya bahan pelajaran, dan setiap kemenangan semakin mengasah insting bertarungnya yang tajam. Tidak hanya itu, pengalaman panjang di amatir juga menanamkan padanya mental kompetitif yang kemudian menjadi senjata utama saat memasuki dunia profesional.

Banyak pengamat tinju menilai, meski prestasi amatirnya tidak semegah petinju lain, Garcia punya daya ledak dan pola pikir pro sejak dini. Itulah sebabnya, begitu ia beralih ke profesional, Garcia terlihat lebih matang, lebih siap, dan lebih percaya diri menghadapi lawan-lawan tangguh.

Debut Profesional dan sabuk Pertama.

debut pro Danny garcia 2007

Setelah menutup perjalanan di dunia amatir, Danny “Swift” Garcia resmi memasuki arena profesional pada 17 November 2007. Di laga perdananya, Garcia berhadapan dengan Mike Denby, seorang petinju yang sama-sama mencari pijakan awal di ring profesional. Garcia tampil penuh percaya diri, langsung menunjukkan power dan insting pembunuh yang kelak menjadi ciri khasnya. Hanya butuh satu ronde bagi Garcia untuk menghabisi Denby dengan KO cepat, sebuah debut yang sempurna dan langsung memberi sinyal bahwa Philadelphia baru saja melahirkan bintang baru.

Garcia kemudian aktif bertarung, membangun rekornya dengan disiplin dan konsistensi. Setiap kemenangan semakin mempertegas reputasinya sebagai prospek berbahaya di kelas super ringan (140 lbs). Dalam kurun waktu dua tahun sejak debutnya, Garcia berhasil merangkai kemenangan beruntun tanpa noda, sekaligus memikat perhatian promotor dan badan tinju dunia.

Perebutan sabuk WBC youth intercontinental:

Kesempatan pertama Garcia untuk merebut sabuk datang pada 2 Desember 2009. Ia dijadwalkan melawan Enrique Colin dalam perebutan sabuk WBC Youth Intercontinental Super Lightweight (Welter Ringan). Pertarungan ini menjadi titik balik penting, karena sabuk ini sering dianggap sebagai pintu masuk menuju panggung yang lebih besar bagi para petinju muda.

danny garcia vs enrique colin 2009

Garcia tampil luar biasa dominan sejak ronde pertama. Ia membaca gerakan lawan dengan cermat, mengatur jarak dengan jab, dan menunggu momen tepat untuk melepaskan pukulan pamungkas. Pada ronde ke-2, Garcia meluncurkan kombinasi tajam yang membuat Colin tak berdaya. Wasit akhirnya menghentikan pertarungan, dan Garcia resmi menang lewat KO ronde 2.

Garcia pukul KO colin ronde 2

Kemenangan ini bukan hanya tentang merebut sabuk, tetapi juga menandai awal dari era keemasan Danny Garcia. Dari titik ini, ia mulai dipandang bukan sekadar prospek muda, melainkan calon juara dunia dengan gaya bertarung khas dan mental baja.

sabuk pertama Danny garcia

Gelar Dunia Pertama: Menaklukkan Legenda Erik Morales.

Danny garcia vs erik morales 2012

Laga yang paling menentukan dalam perjalanan karier Danny Garcia datang pada 24 Maret 2012. Saat itu, ia mendapat kesempatan emas untuk bertarung memperebutkan sabuk WBC Super Lightweight (welter ringan) yang lowong. Lawannya bukan orang sembarangan, melainkan Erik “El Terrible” Morales, salah satu legenda hidup asal Meksiko, mantan juara dunia empat divisi, dan sosok yang disegani di dunia tinju.

Bagi Garcia, duel ini adalah ujian terbesar sekaligus peluang untuk membuktikan bahwa dirinya pantas duduk di jajaran elite. Banyak pengamat awalnya meragukan, karena Morales jauh lebih berpengalaman, dengan reputasi sebagai petarung gigih yang pernah melawan nama besar seperti Manny Pacquiao dan Marco Antonio Barrera. Namun Garcia datang ke ring dengan keyakinan penuh.

Pertarungan berlangsung sengit di awal ronde. Morales mencoba mengandalkan pengalaman, kontrol jarak, dan variasi pukulannya. Tapi Garcia tetap tenang, tidak terburu-buru, dan memainkan perannya sebagai counterpuncher alami. Seiring berjalannya ronde, Garcia mulai menemukan ritme, mendaratkan kombinasi hook kiri keras yang berkali-kali menembus pertahanan Morales.

Meski Morales menunjukkan keberanian luar biasa dengan tetap bertahan hingga ronde akhir, perbedaan usia dan kecepatan sangat terlihat. Garcia mendominasi di paruh kedua pertarungan, membuat penonton tak ragu siapa yang lebih unggul. Setelah 12 ronde, ketiga juri sepakat memberi kemenangan kepada Danny Garcia dengan keputusan bulat (Unanimous Decision / UD).

Garcia menang angka atas morales

Kemenangan ini bukan sekadar tentang merebut sabuk, tapi juga simbol peralihan generasi. Danny Garcia resmi menjadi juara dunia WBC Super Lightweight, menggantikan era lama dan memulai eranya sendiri. Dengan gelar ini, Garcia mendapat pengakuan internasional sebagai salah satu wajah baru tinju dunia, sekaligus penerus tradisi panjang petarung tangguh dari Philadelphia.

Penyatuan Gelar Dunia: Danny Garcia vs Amir Khan

garcia vs amir khan 2012

Setelah merebut sabuk WBC Super Lightweight dari Erik Morales, Danny Garcia langsung dijadwalkan untuk pertarungan besar berikutnya. Pada 14 Juli 2012, di Mandalay Bay, Las Vegas, Garcia naik ring menghadapi Amir “King” Khan, bintang asal Inggris yang saat itu dikenal sebagai salah satu petinju tercepat di dunia. Duel ini mempertaruhkan gelar WBC, WBA (Super), dan The Ring Magazine di kelas super ringan.

Bagi banyak orang, Garcia masuk ke laga ini sebagai underdog. Khan adalah mantan juara dunia dengan kecepatan tangan luar biasa, teknik murni, serta pengalaman bertarung di level tinggi. Namun Garcia tidak gentar. Ia tahu bahwa kunci untuk melawan Khan adalah kesabaran, timing, dan hook kiri maut yang selalu menjadi andalannya.

Jalannya Pertarungan

  • Ronde 1-2: Amir Khan tampil agresif, mengandalkan kecepatannya untuk meraih poin. Garcia tampak berhati-hati, lebih banyak menunggu momen ketimbang melepaskan serangan.
  • Ronde 3: Inilah titik balik. Garcia berhasil mendaratkan left hook telak ke arah rahang Khan. Pukulan itu membuat Khan terjatuh keras untuk pertama kalinya dalam laga. Seisi arena bergemuruh, dan momentum beralih ke tangan Garcia.
  • Ronde 4: Khan berusaha bangkit dan melawan, tetapi Garcia terus menekan. Hook kiri dan kombinasi body shot-nya menghujani Khan. Pada menit 2:28, wasit Kenny Bayless akhirnya menghentikan pertarungan setelah Khan kembali terhuyung dan menerima pukulan beruntun tanpa balas.

Danny Garcia menang lewat TKO ronde 4, sekaligus mencetak salah satu kemenangan paling spektakuler dalam kariernya.

Danny garcia menyatukan sabuk WBC dan WBA

Dampak Kemenangan

Dengan hasil ini, Garcia bukan hanya mempertahankan gelar WBC, tapi juga merebut sabuk WBA (Super) dan The Ring Magazine, menjadikannya juara dunia unified di kelas super ringan. Kemenangan atas Amir Khan menggemparkan dunia tinju, karena sebelumnya banyak yang memprediksi Garcia akan kalah telak.

Dari titik ini, Garcia bukan lagi sekadar juara muda, melainkan bintang besar. Namanya mulai sejajar dengan para elite, dan setiap penggemar tinju mulai memperhatikan hook kiri ikonik yang menjadi senjata pamungkasnya.

Rematch Garcia vs Erik Morales II – KO Brutal Sang Legenda

Setelah menggemparkan dunia dengan kemenangan TKO atas Amir Khan, Danny Garcia kembali naik ring untuk mempertahankan sabuknya. Lawan yang dipilih adalah Erik “El Terrible” Morales, dalam rematch yang digelar pada 20 Oktober 2012 di Barclays Center, Brooklyn, New York.

Bagi banyak orang, laga ini terasa sebagai “passing the torch”. Morales adalah legenda yang sudah berada di penghujung karier, sementara Garcia adalah bintang baru yang baru saja naik ke puncak. Namun, duel ini tetap menyimpan daya tarik besar karena reputasi Morales sebagai petarung tangguh asal Meksiko.

Jalannya Pertarungan

Sejak bel berbunyi, Garcia tampil lebih percaya diri dibanding pertemuan pertama. Ia sudah membaca pola Morales, tahu bagaimana mengatasi tekanan, dan mulai mengatur jarak dengan jab. Morales berusaha menggunakan pengalamannya untuk menahan arus serangan, namun usia dan refleksnya sudah tidak secepat dulu.

  • Ronde 1-2: Garcia menekan dengan kombinasi hook kiri dan pukulan ke tubuh. Morales sesekali membalas, tapi kekuatan dan kecepatan Garcia lebih unggul.
  • Ronde 3: Garcia semakin mendominasi, mendaratkan pukulan bersih ke arah wajah Morales yang mulai kewalahan.
  • Ronde 4: Momen penentuan. Garcia melepaskan left hook keras yang telak mengenai rahang Morales. Sang legenda langsung terjatuh dengan keras, bahkan tubuhnya sempat terputar akibat hantaman. Wasit tanpa ragu menghentikan pertandingan.

Garcia menang KO ronde 4, kemenangan brutal yang menegaskan bahwa generasi sudah berganti.

morales di pukul jatuh ronde 4

Makna Kemenangan

KO spektakuler atas Morales menjadi pernyataan resmi bahwa Garcia benar-benar juara sejati, bukan kebetulan. Hook kiri mautnya semakin dikenal dunia, bahkan dijuluki salah satu senjata paling mematikan di divisi super ringan. Bagi Morales, ini adalah salah satu pertarungan terakhir sebelum pensiun, sekaligus penutup rivalitas dengan cara yang dramatis.

Garcia pun melanjutkan dominasinya di kelas super ringan, membangun reputasi sebagai salah satu petinju paling berbahaya di generasinya.

Pertahanan Terakhir di Kelas Super Ringan

Setelah mengalahkan Erik Morales dan Lucas Matthysse, Danny Garcia semakin mapan sebagai raja di kelas super ringan (140 lbs). Namun, setiap juara besar selalu diuji, dan ujian itu datang pada 15 Maret 2014 di Bayamón, Puerto Rico, ketika ia menghadapi Mauricio Herrera.

Pertarungan ini menjadi sangat spesial karena Garcia untuk pertama kalinya tampil di Puerto Rico, tanah leluhurnya. Publik berharap penampilan dominan, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Herrera tampil disiplin, menggunakan jab efektif, footwork gesit, dan tak henti memberi tekanan. Garcia kesulitan menemukan ritme, meskipun tetap mampu mendaratkan beberapa pukulan keras.

Setelah 12 ronde penuh, pertandingan berlangsung sangat ketat. Para juri akhirnya memberikan kemenangan tipis Unanimous Decision (UD) untuk Garcia, keputusan yang menuai kontroversi karena banyak pengamat merasa Herrera layak menang. Meski begitu, hasil itu tetap membuat Garcia mempertahankan gelarnya. Namun, laga tersebut juga menjadi pertarungan terakhirnya di kelas super ringan.


Naik Kelas ke Welterweight

Dengan tubuh yang semakin besar dan tantangan baru yang menanti, Garcia memutuskan naik ke kelas welterweight (147 lbs). Langkah ini menandai fase baru dalam kariernya: dari penguasa super ringan menuju pemburu kejayaan di divisi yang lebih keras dan kompetitif.

Kesempatan emas datang pada 23 Januari 2016, ketika Garcia menghadapi Robert “The Ghost” Guerrero di Staples Center, Los Angeles. Pertarungan ini memperebutkan sabuk WBC Welterweight yang kosong. Guerrero dikenal sebagai petarung tangguh, berpengalaman melawan nama besar seperti Floyd Mayweather Jr., sehingga laga ini dianggap ujian sesungguhnya bagi Garcia di kelas baru.

Jalannya Pertarungan

Guerrero tampil agresif sejak awal, berusaha menekan Garcia dengan volume pukulan tinggi. Namun, Garcia menunjukkan ketenangan luar biasa, membaca ritme lawan, dan perlahan-lahan mengambil alih kontrol. Hook kirinya kembali jadi senjata utama, membuat Guerrero beberapa kali goyah.

Pertarungan berjalan penuh hingga 12 ronde, dengan aksi saling serang yang membuat penonton terhibur. Pada akhirnya, juri memberikan kemenangan Unanimous Decision (UD) kepada Garcia. Dengan hasil ini, Danny Garcia resmi menjadi juara dunia dua divisi, membuktikan bahwa kehebatannya tidak hanya di kelas super ringan, tetapi juga bisa bersinar di kelas welter.

Kehilangan Sabuk vs Keith Thurman

Setelah menjadi juara dunia WBC, Garcia mulai masuk ke jajaran elite kelas welter. Pada 4 Maret 2017, ia mendapat tantangan besar dari Keith “One Time” Thurman, juara dunia WBA yang dikenal tak terkalahkan dan punya pukulan keras. Pertarungan berlangsung di Barclays Center, Brooklyn, dengan status unifikasi WBC & WBA Welterweight.

Laga ini sangat ditunggu karena mempertemukan dua juara tak terkalahkan. Thurman memulai dengan agresif, menggunakan kombinasi cepat dan memukul mundur Garcia di ronde-ronde awal. Garcia perlahan bangkit, membaca pola, dan mulai menemukan celah dengan hook kirinya.

Namun, setelah 12 ronde penuh, juri memberikan kemenangan Split Decision (SD) kepada Thurman. Dua juri mencatat keunggulan tipis Thurman, sementara satu juri memberi skor untuk Garcia. Kekalahan ini membuat Garcia harus rela kehilangan sabuk WBC pertamanya di kelas welter.


Kekalahan Perebutan WBC Kosong vs Shawn Porter

Setelah absen lebih dari satu tahun, Garcia kembali ke ring dengan tujuan merebut sabuk dunia lagi. Pada 8 September 2018, ia menghadapi Shawn Porter, petarung dengan gaya agresif dan stamina luar biasa, untuk memperebutkan sabuk WBC Welterweight yang lowong.

Pertarungan berlangsung keras. Garcia mengandalkan pukulan bersih dan hook kiri akurat, sementara Porter menekan tanpa henti dengan volume pukulan tinggi. Meski Garcia terlihat lebih rapi secara teknis, intensitas Porter membuat juri lebih terkesan.

Setelah 12 ronde, Porter dinyatakan menang Unanimous Decision (UD). Kekalahan ini kembali menunda ambisi Garcia untuk menjadi juara dunia lagi.


Tantangan vs Errol Spence Jr.

Kesempatan emas kembali datang pada 5 Desember 2020, ketika Garcia mendapat peluang menghadapi salah satu petinju terbaik pound-for-pound saat itu, Errol “The Truth” Spence Jr., pemegang sabuk WBC dan IBF Welterweight. Laga berlangsung di AT&T Stadium, Arlington, Texas, dan disiarkan besar-besaran.

Spence tampil dominan, menunjukkan kombinasi kecepatan, kekuatan, dan akurasi. Garcia tetap tangguh, beberapa kali berhasil mendaratkan hook kiri, tetapi sulit menembus pertahanan rapat Spence. Pertarungan berlangsung hingga 12 ronde, dengan Spence jelas unggul.

Juri akhirnya memberikan kemenangan Unanimous Decision (UD) untuk Spence Jr. Kekalahan ini menegaskan bahwa meski Garcia masih kompetitif, ia belum mampu menaklukkan para raja kelas welter generasi baru.

Tantangan Terakhir: Danny Garcia vs Erislandy Lara

Setelah berkarier panjang di kelas super ringan dan welter, bahkan sempat mencoba peruntungan di super welter, Danny Garcia akhirnya mengambil langkah berani dengan naik ke kelas menengah (160 lbs). Pada 14 September 2024, ia mendapat kesempatan besar menantang Erislandy Lara, juara dunia WBC Middleweight, dalam sebuah pertarungan yang digelar di T-Mobile Arena, Las Vegas.

Lara, petinju asal Kuba dengan gaya southpaw licin dan defensif brilian, jelas bukan lawan mudah. Ia dikenal sebagai master counterpuncher dengan kemampuan bertahan nyaris sempurna, yang sering membuat lawan frustrasi. Namun Garcia, dengan pengalaman panjangnya, tetap yakin bisa memberikan kejutan di divisi baru.

Jalannya Pertarungan

Sejak ronde awal, Lara langsung memperlihatkan perbedaan kelas. Ia menjaga jarak dengan jab tajam, bergerak luwes, dan membuat Garcia sulit masuk ke jarak ideal. Garcia mencoba menekan, tetapi kecepatannya sudah tidak seefektif saat masih di kelas ringan dan welter.

  • Ronde 3-5: Garcia beberapa kali berhasil mendaratkan hook kiri, tetapi tidak cukup keras untuk menggoyahkan Lara. Sebaliknya, Lara mulai menghukum Garcia dengan kombinasi counter bersih.
  • Ronde 6-8: Lara semakin dominan. Garcia terlihat frustrasi, kesulitan memotong ring, dan serangannya menjadi terbaca. Pukulan ke tubuh dari Lara juga perlahan menguras energi Garcia.
  • Ronde 9: Setelah menerima serangkaian pukulan telak dan terlihat tidak mampu membalikkan keadaan, sudut Garcia akhirnya mengambil keputusan berat. Mereka menghentikan pertarungan dengan menyatakan Retired (RTD) di ronde ke-9.

Hasil & Dampak

Kekalahan ini menjadi catatan pahit bagi Garcia, karena ia gagal merebut sabuk dunia di kelas menengah. Namun, keberanian untuk naik tiga divisi sekaligus menantang juara seperti Lara tetap mendapat respek dari penggemar. Pertarungan ini juga memperlihatkan bahwa meski Garcia masih tangguh, usia dan faktor fisik sudah mulai membatasi kemampuannya di level tertinggi.

Dengan hasil ini, rekor Garcia menjadi 37 kemenangan (21 KO) dan 4 kekalahan, sekaligus menandai fase veteran dalam karier panjangnya yang sarat prestasi.

Pertarungan Terbaru: Danny Garcia vs Daniel Gonzalez

Meski sudah melewati banyak pertarungan besar, Danny Garcia belum menunjukkan tanda-tanda ingin gantung sarung tinju. Justru di usia 37 tahun, Garcia masih memiliki ambisi untuk kembali ke ring dan membuktikan dirinya. Jadwal terbaru menegaskan hal itu, di mana ia akan menghadapi Daniel Gonzalez, petinju berusia 35 tahun dengan catatan rekor 22 kemenangan, 4 kekalahan, 1 hasil imbang, dengan 7 KO.

Pertarungan ini dijadwalkan berlangsung pada 18 Oktober 2025, dan akan menjadi momen penting untuk mengukur apakah Garcia masih punya bensin di tangki untuk bersaing di level kompetitif. Gonzalez sendiri bukanlah nama besar di kancah dunia, tetapi dianggap sebagai lawan yang cukup berbahaya untuk menguji kondisi Garcia di usia veteran.

Latar Belakang Pertarungan

  • Bagi Garcia, duel ini adalah kesempatan untuk bangkit setelah kekalahan dari Erislandy Lara di kelas menengah pada 2024. Ia ingin menunjukkan bahwa dirinya belum habis, sekaligus membangun jalan menuju satu pertarungan besar terakhir sebelum benar-benar mempertimbangkan pensiun.
  • Bagi Gonzalez, ini adalah peluang emas untuk mencetak kejutan terbesar dalam kariernya. Mengalahkan mantan juara dunia dua divisi sekelas Garcia bisa membuka pintu lebih lebar untuk duel-duel besar ke depan.

Apa yang Dipertaruhkan?

Meskipun sabuk dunia tidak dipertaruhkan, laga ini tetap menarik. Jika Garcia tampil meyakinkan, ia bisa kembali masuk radar perebutan gelar atau setidaknya duel besar dengan nama-nama veteran lain. Namun, jika kalah, besar kemungkinan Garcia akan mulai diarahkan ke pintu keluar sebagai legenda yang sudah saatnya gantung sarung tinju.

Perjalanan karier Danny Garcia adalah gambaran nyata dari seorang petinju yang berani melangkah, mengambil risiko, dan meninggalkan jejak berharga dalam dunia tinju profesional. Dari awal karier amatirnya di tahun 2005 dengan catatan 27-7 (4 KO), Garcia sudah menunjukkan bakat alami yang kemudian ia bawa ke level profesional pada 2007. Perlahan namun pasti, Garcia menapaki tangga prestasi hingga berhasil meraih sabuk WBC Youth Intercontinental super ringan pada 2009, lalu memuncaki kariernya dengan meraih gelar juara dunia WBC pada 2012 setelah mengalahkan Erik Morales.

Kemenangan KO sensasional atas Amir Khan dan keberhasilan mempertahankan gelar melawan nama-nama besar membuat Garcia dikenal sebagai salah satu petinju paling berbahaya di masanya. Ia kemudian naik ke kelas welter dan kembali menorehkan sejarah dengan merebut sabuk WBC welterweight pada 2016, membuktikan diri sebagai juara dunia dua divisi. Namun, seperti roda kehidupan, Garcia juga harus menghadapi kekalahan dari Keith Thurman, Shawn Porter, hingga Errol Spence Jr yang menandai era baru dalam divisi welter.

Di penghujung kariernya, Garcia tetap berani melangkah ke kelas middleweight untuk menantang Erislandy Lara pada 2024, meski akhirnya kalah RTD ronde 9. Kini, di usia 37 tahun, Garcia masih menyimpan semangat untuk kembali bertarung melawan Daniel Gonzalez pada Oktober 2025. Duel ini akan menjadi ukuran penting: apakah Garcia masih punya api untuk bertarung di level tinggi, ataukah waktunya sudah tiba untuk menutup buku kariernya sebagai salah satu petinju besar asal Philadelphia.

Apa pun hasilnya, nama Danny Garcia akan selalu dikenang sebagai petarung dengan mental baja, gaya bertarung yang solid, dan keberanian menghadapi siapapun di atas ring. Kariernya menjadi inspirasi bahwa perjalanan seorang atlet tidak selalu lurus, tetapi ditentukan oleh keberanian untuk terus melangkah meski harus menghadapi jatuh bangun.

#DannyGarcia #TinjuDunia #Boxing2025 #JuaraDuaDivisi #AmirKhan #KeithThurman #ErrolSpenceJr #ErislandyLara #DanielGonzalez #PhiladelphiaBoxing

1 komentar untuk “Danny Garcia, Sang Petinju Bertangan Emas dari Philadelphia”

  1. Pingback: Eimantas Stanionis – Petarung Keras Pernah WBA Reguler 2022

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top