Pendahuluan: Dua Raja dalam Satu Ring
Pada 13 Maret 1999, dunia menyaksikan pertarungan unifikasi kelas berat antara dua raja dunia: Lennox Lewis, juara WBC dari Inggris, dan Evander Holyfield, pemegang sabuk WBA dan IBF asal Amerika Serikat. Pertarungan yang berlangsung di Madison Square Garden, New York ini bukan hanya soal sabuk, tapi juga tentang klaim siapa yang layak disebut juara dunia sejati — undisputed champion.
Namun, alih-alih mendapat jawaban pasti, dunia dikejutkan oleh hasil imbang kontroversial yang memicu kecaman luas, termasuk dari kalangan politik, media, dan penggemar tinju.
Latar Belakang: Dua Legenda, Satu Tujuan
Lennox Lewis: Teknikal, Panjang, dan Strategis
- Asal: Inggris, lahir di London tapi dibesarkan di Kanada
- Gaya: Orthodox, jab dominan, kontrol jarak, cerdas secara taktik
- Rekor saat itu: 34–1 (27KO)
- Gelar: Juara dunia WBC
Lewis datang sebagai petinju yang lebih muda, lebih tinggi (198 cm), dan dengan jangkauan lebih panjang. Ia dikenal sebagai petinju yang penuh disiplin dengan pendekatan ilmiah terhadap tinju.
Evander Holyfield: Petarung Sejati
- Asal: Atlanta, Georgia, AS
- Gaya: Tekanan konstan, kombinasi cepat, stamina kuat
- Rekor saat itu: 36–3 (25 KO)
- Gelar: Juara dunia WBA dan IBF
Holyfield, eks juara kelas penjelajah, telah menaklukkan nama-nama besar seperti Mike Tyson dan Riddick Bowe. Ia dikenal karena semangat pantang menyerah dan mental juara.
Jalannya Pertarungan: Dominasi Lennox Lewis
Sejak bel pembuka, Lennox Lewis tampil superior:
- Jab kiri yang tajam mengontrol jarak
- Footwork membuat Holyfield sulit mendekat
- Pukulan bersih dan kombinasi ke kepala yang konsisten
Holyfield mencoba merespons dengan serangan balik, tapi lebih banyak meleset. Lewis memanfaatkan jangkauan dan keunggulan teknikalnya untuk memenangi sebagian besar ronde.
Statistik resmi CompuBox menunjukkan:
- Lewis mendaratkan 348 pukulan dari 614 (57%)
- Holyfield hanya mendaratkan 130 pukulan dari 385 (34%)
Sebagian besar media, analis, bahkan komentator saat itu menyatakan Lewis menang 10 dari 12 ronde.
Hasil Akhir: Keputusan yang Membuat Dunia Tercengang
Ketika pertarungan selesai, publik dan penggemar menunggu pengumuman skor. Tapi yang terdengar adalah:
- Juri Eugenia Williams (AS): 115–113 untuk Holyfield
- Juri Larry O’Connell (UK): 115–115 (Draw)
- Juri Stanley Christodoulou (Afrika Selatan): 116–113 untuk Lewis
Hasil resmi: DRAW (split Decision)
Penonton langsung bereaksi dengan sorakan keras. Para pakar tinju menyebut ini perampokan kelas dunia. Bahkan mantan juara dunia dan promotor mengaku terkejut. Di media Inggris, ini dianggap sebagai penghinaan terhadap olahraga tinju.

Reaksi Dunia: Dari Skandal ke Investigasi
Media Menyala
- BBC, CNN, dan New York Times menurunkan tajuk “Robbery in the Ring”
- Petisi online menuntut investigasi terhadap juri dan sistem skor
- Bahkan Sekjen PBB saat itu, Kofi Annan, menyatakan ketidakpercayaannya pada hasil tersebut
Intervensi Politik
- Gubernur New York saat itu, George Pataki, meminta penyelidikan terhadap keputusan juri
- Komisi Atletik Negara Bagian New York mengakui adanya masalah dan melakukan evaluasi terhadap juri Eugenia Williams
Promotor dan Federasi
Don King dan federasi WBA-WBC-WIB saling tuduh. Banyak yang menganggap promotor besar terlalu punya pengaruh dalam hasil laga.
Rematch: Pembuktian yang Ditunggu
Karena protes dan tekanan besar, akhirnya disepakati pertarungan ulang (rematch) yang berlangsung pada 13 November 1999 di Las Vegas.
Dalam laga ulang tersebut:
- Lewis kembali mendominasi
- Hasil akhirnya unanimous decision (116–112, 117–111, 115–113) untuk Lewis
- Lennox Lewis resmi menjadi juara dunia kelas berat sejati (Undisputed Heavyweight Champion)
Dampak Jangka Panjang
Lennox Lewis:
- Pertarungan ini menjadi momen kunci dalam kariernya
- Ia menjadi ikon baru kelas berat, terutama setelah era Mike Tyson
- Kariernya berlanjut dengan kemenangan atas Tyson, Klitschko, dan lainnya
- Pensiun dengan status salah satu petinju kelas berat terbaik sepanjang masa
Evander Holyfield:
- Meskipun kalah di rematch, ia tetap melanjutkan karier hingga usia 48 tahun
- Diakui sebagai salah satu petarung paling tangguh sepanjang masa
- Dikenang karena daya tahan, determinasi, dan kemenangan atas para legenda
Kontroversi Penjurian dalam Tinju
Pertarungan ini memperkuat narasi bahwa:
- Sistem juri dalam tinju rentan manipulasi
- Juri tidak selalu netral — kadang ada bias nasional atau tekanan promotor
- Federasi tinju tidak punya regulasi terpadu untuk penilaian
Skandal ini juga mendorong:
- Wacana penggunaan teknologi dalam penilaian
- Pelatihan juri yang lebih ketat
- Transparansi skor terbuka seperti dalam sistem “open scoring” yang diuji coba di Jepang dan Meksiko
Warisan Lewis vs Holyfield I
Laga ini dikenang bukan karena teknik atau KO spektakuler, tapi karena dampak sosial dan reformasi yang dimunculkannya:
Kesimpulan
Lewis vs Holyfield I (1999) bukan hanya pertarungan dua petinju besar. Ini adalah drama tentang keadilan, kekuasaan, dan harga sebuah kemenangan. Hasil imbang yang dipaksakan hanya memperpanjang penderitaan para pencinta tinju yang mengharapkan kejujuran dan kejelasan.
Namun dari skandal ini lahir sejarah. Lennox Lewis membuktikan diri sebagai juara sejati. Dan dunia belajar bahwa dalam tinju, seperti dalam hidup, keadilan tidak selalu hadir tepat waktu — tapi harus diperjuangkan.
Suka cerita-cerita seperti ini? Ikuti terus kisah legendaris dunia tinju hanya di www.beritatinjuterbaru.com, dan jangan lewatkan duel-duel legendaris berikutnya!
Hashtag:
#LewisVsHolyfield #TinjuKelasBerat #SkandalTinju #LennoxLewis #EvanderHolyfield #TinjuDunia #BeritaTinjuTerbaru
Pingback: George Foreman vs Ron Lyle: Laga Brutal tahun 1976