York Hall, London, malam itu dipenuhi sorakan dan antusiasme yang tak tertahankan. Lampu sorot menari di atas ring, sementara aroma popcorn dan ketegangan memadati udara, menciptakan suasana yang membuat setiap detik terasa penting.
Sebelum sorotan utama menyorot duel Kieron Conway melawan George Liddard, rangkaian undercard sudah menawarkan drama tersendiri. Dari debutan yang gesit hingga veteran yang ulet, setiap ronde menghadirkan cerita, kejutan, dan momen yang membuat penonton menahan napas. Malam itu bukan sekadar pertandingan, tapi sebuah pertunjukan di mana strategi, keberanian, dan ketahanan diuji di setiap pukulan.
Partai Tambahan 1: Jermaine Dhliwayo vs Mario Victorino Valdebenito.

Malam di York Hall dibuka dengan pertarungan kelas bulu antara Jermaine Dhliwayo melawan petinju asal mexico Mario Victorino Valdebenito, Pertarungan ini menjadi ajang pembuktian bagi Dhliwayo, salah satu prospek muda Inggris yang mulai mencuri perhatian media lokal.
Profil Singkat Jermaine Dhliwayo
Dhliwayo baru berusia 23 tahun, namun gaya bertarungnya matang dan efisien. Ia lahir dan besar di London Timur, dengan latar belakang amatir yang cukup panjang — lebih dari 60 laga sebelum beralih ke profesional. Dhliwayo dikenal sebagai petinju counter-puncher lincah dengan pertahanan tinggi dan pukulan ke tubuh yang berbahaya.
Sementara itu, Valdebenito datang dengan reputasi sebagai petinju tangguh yang sulit dijatuhkan. Meski rekor kemenangannya tidak menonjol, pengalaman tanding internasional membuatnya tidak bisa diremehkan.
Ronde pertama dimulai dengan tempo cepat. Jermaine Dhliwayo, dengan rekor sempurna 6-0 (2 KO), langsung menekan lawannya, Mario Victorino Valdebenito yang berpengalaman dengan 8-9 (3 KO). Penonton sudah bisa merasakan ketegangan: masing-masing petinju mencoba membaca strategi lawan, kaki aktif, dan pukulan awal yang menguji pertahanan.
Di ronde kedua, tekanan Dhliwayo mulai terlihat lebih dominan. Pukulan straight dan hook berulang kali mendarat, memaksa Victorino untuk mundur dan mengatur jarak. Namun, Victorino tetap berusaha menunjukkan ketangguhan, melepaskan kombinasi pendek untuk menahan laju lawan.
Momen menentukan datang di ronde ketiga. Dengan kecepatan dan presisi, Dhliwayo melepaskan body shot ke ulu hati yang langsung membuat lawannya tersungkur. Suara pukulan itu seolah menghentikan detak sejenak bagi penonton sebelum sorakan meledak. Wasit segera menghitung, dan pertarungan berakhir dengan KO kemenangan untuk Jermaine Dhliwayo.

Analisis Teknis
Kemenangan ini membuktikan kematangan taktis Dhliwayo. Ia tidak terburu-buru mencari KO, tetapi membangun tekanan secara bertahap. Timing dan keseimbangan tubuhnya sempurna saat melepaskan body shot terakhir.
Valdebenito sendiri tampil cukup tangguh, namun pertahanannya terlalu statis untuk menghadapi petinju secepat Dhliwayo.
Insight Pelatih
Pelatih Dhliwayo, Darren Simons, mengatakan bahwa fokus latihan mereka adalah pada body variation — menyerang dari sudut berbeda untuk memancing lawan membuka celah.
“Jermaine punya kesabaran seperti veteran. Anak ini tidak mengejar KO, KO yang datang padanya,” ucap Simons bangga.
Kesimpulan
Dengan kemenangan KO ini, Dhliwayo memperpanjang rekor menjadi 7-0 (3 KO) dan semakin mempertegas reputasinya sebagai prospek berbahaya di kelas bulu Inggris.
Ketenangan, kontrol jarak, dan efisiensi serangan membuat banyak pengamat yakin ia siap naik ke laga 10 ronde di pertarungan berikutnya.
jika kalian tertarik Baca juga:Reshat mati Calon bintang 2025
Partai Tambahan 2: Adam Maca vs Juan Alberto Batista

Pertarungan kedua malam itu mempertemukan Adam Maca, petinju muda asal brighton, menghadapi lawan tangguh asal argentina Rafael Batista. Duel ini berlangsung di kelas ringan super dan menjadi ujian penting bagi Maca yang tengah membangun momentum setelah kemenangan tipis di laga sebelumnya.
Profil Singkat Adam Maca
Adam Maca baru berusia 18 tahun, namun memiliki latar belakang amatir solid di bawah bimbingan pelatih veteran Inggris, Colin Lake. Dengan tinggi 176 cm dan gaya orthodox, Maca dikenal memiliki jab kiri yang presisi dan footwork licin — gaya yang mengingatkan banyak orang pada versi muda dari Josh Taylor.
Rekornya sebelum duel ini adalah 2-0 (2 KO), dan promotor berharap kemenangan kali ini bisa membuka jalan menuju perebutan gelar Southern Area Title dalam setahun ke depan.
Tentang Rafael Batista
Batista sendiri bukan lawan sembarangan. Petinju argentina berusia 28 tahun ini memiliki rekor 1-22 ( 0 KO) dan dikenal sebagai petarung keras kepala yang tidak pernah mudah menyerah. Ia sudah berkelana ke beberapa negara Eropa, termasuk Spanyol dan Prancis, untuk mencari peluang bertanding — dan selalu memberikan perlawanan sengit meski sering menjadi underdog.
Ronde pertama dimulai dengan tempo hati-hati. Adam Maca, petinju muda berusia 18 tahun terlihat disiplin dan cepat mengukur jarak lawannya, Juan Alberto Batista,Penonton memperhatikan gerakan kaki Maca yang lincah dan pukulannya yang akurat, sementara Batista berusaha bertahan dari tekanan awal.
Memasuki ronde kedua dan ketiga, Maca mulai menampilkan kombinasi pukulan yang lebih agresif. Hook ke tubuh dan straight ke wajah menghantam pertahanan Batista, memaksa lawan untuk mundur dan mengatur ulang strategi. Kecepatan Maca yang luar biasa membuat Batista kesulitan merespons secara efektif.
Puncaknya terjadi di ronde keempat. Dengan kombinasi pukulan presisi, Maca berhasil mengekspos kelemahan Batista. Wasit turun tangan dan menghentikan pertarungan, memutuskan kemenangan TKO untuk Adam Maca. Sorakan penonton meledak, menandai debutnya yang penuh janji di kelas bantam super.

Pandangan Pengamat
Beberapa analis lokal di ringside menyebut Maca sebagai salah satu prospek paling disiplin di bawah asuhan Queensberry Promotions. Mereka menilai gaya southpaw-nya akan sangat efektif bila dikembangkan untuk menghadapi petinju agresif seperti Mark Chamberlain atau Harlem Eubank di masa depan.
Kesimpulan
Dengan kemenangan TKO ini, Adam Maca memperpanjang rekor menjadi 3-0 (3 KO). Performa impresifnya malam itu bukan hanya soal kemenangan, tapi soal cara ia melakukannya — dengan kontrol, kesabaran, dan strategi yang matang.
Para promotor kini mulai menyebut namanya sebagai salah satu prospek yang layak diberi panggung besar di event utama mendatang.
Partai Tambahan 3: Taylor Bevan vs Lukas Ferneza

Sorotan berikutnya di York Hall malam itu jatuh kepada duel kelas menengah super antara Taylor Bevan (5-0, 5 KO) melawan Lukas Ferneza (6-3, 3 KO). Banyak penonton datang lebih awal hanya untuk menyaksikan Bevan, petinju muda Inggris yang mulai mencuri perhatian karena gaya bertarungnya yang eksplosif dan penuh tenaga.
Profil Singkat Taylor Bevan
Taylor Bevan, 24 tahun, adalah salah satu produk terbaik dari sistem tinju amatir Inggris. Ia pernah mewakili Inggris Raya di ajang Commonwealth Games dan meraih medali perak pada 2022.
Bevan terkenal dengan gaya agresif yang tak kenal mundur — selalu menyerang, menekan, dan mencari penyelesaian cepat. Kombinasi pukulannya cepat dan bertenaga, sementara stamina serta kondisi fisiknya sering dipuji sebagai salah satu yang terbaik di divisi ini.
Tentang Lukas Ferneza
Sementara itu, Lukas Ferneza adalah petinju asal slovakia dengan rekor 6 kemenangan dan 3 kekalahan, ia dikenal punya gaya ortodoks yang rapat dan tangan kanan keras.
Ferneza sering dipakai sebagai batu ujian bagi prospek muda Inggris karena ia tangguh dan sulit dijatuhkan. Tidak heran, banyak pihak menyebut duel ini sebagai tes sejati pertama bagi Bevan di level profesional.
Ronde demi ronde berjalan sengit. Bevan perlahan membangun tekanan, menguasai center ring, dan melepaskan kombinasi yang membuat Ferneza kesulitan mengimbangi. Meskipun Ferneza menunjukkan determinasi, beberapa pukulannya terlalu terlambat untuk menembus pertahanan Bevan.
Puncak dramatis terjadi di ronde kelima. Dengan hook kiri presisi ke wajah, Bevan menjatuhkan Ferneza. Meskipun Ferneza berusaha bangkit, gerakannya kurang meyakinkan bagi wasit. Setelah mengevaluasi, wasit memutuskan untuk menghentikan pertarungan dan memberikan kemenangan TKO untuk Taylor Bevan. Sorakan penonton menggema, menandai kemenangan impresif yang menegaskan reputasi Bevan sebagai prospek menjanjikan di kelas menengah super.

Analisis Teknis
Bevan menunjukkan keseimbangan luar biasa antara power dan efisiensi. Ia tidak membuang pukulan sia-sia, hanya menyerang ketika benar-benar melihat celah. Pukulan hook kirinya menjadi senjata utama malam itu — tajam, cepat, dan sulit ditebak arah datangnya.
Sementara itu, Ferneza walau kalah, tetap mendapat apresiasi. Ia memperlihatkan daya tahan dan determinasi tinggi. Petinju Hungaria ini berhasil menahan gempuran selama hampir lima ronde penuh sebelum akhirnya dihentikan secara resmi.
Pelatih Bevan, Tony Sims, menyebut kemenangan ini sebagai bukti kemajuan pesat anak didiknya:
“Taylor mulai menemukan keseimbangan antara agresif dan sabar. Dia tahu kapan menekan dan kapan menunggu. Itu tanda bahwa dia siap naik level.”
Reaksi dan Prediksi Ke Depan
Kemenangan ini membuat Bevan memperpanjang rekor tak terkalahkan menjadi 6-0 dengan 6 kemenangan KO. Statistik ini sangat impresif untuk petinju di awal karier profesionalnya.
Banyak pengamat memprediksi Bevan akan segera naik ke level nasional dan mungkin akan bertarung untuk gelar English Super Middleweight Title tahun depan.
Media Inggris seperti Boxing Social bahkan menulis headline:
“Taylor Bevan: The Next Big Puncher from the UK?”
menandakan betapa besar ekspektasi yang kini melekat pada dirinya.
Partai Tambahan 4: Emmanuel Buttigieg vs Christian schembri

Pertarungan keempat di York Hall mempertemukan dua petinju dengan misi berbeda. Emmanuel Buttigieg (9-0, 2 KO) datang sebagai bintang muda yang sedang menanjak, sedangkan Christian Schembri (27-12-1) membawa segudang pengalaman dari berbagai arena Eropa. Duel ini digelar dalam 8 ronde kelas menengah, dan di atas kertas menjadi ujian mental sekaligus teknikal bagi Buttigieg yang baru berusia 20 tahun.
Ronde-Ronde Awal: Mengukur Irama
Sejak ronde pertama, Buttigieg tampil penuh percaya diri. Ia menguasai center ring dan langsung menunjukkan variasi pukulan yang rapi — kombinasi jab kanan cepat dan pukulan ke arah tubuh yang membuat Schembri harus berhati-hati.
Namun, petinju Malta itu bukan lawan sembarangan. Ia menggunakan pengalaman panjangnya untuk menutup jarak, memaksa Buttigieg bertarung dalam clinch, dan mencoba mengacaukan ritme petinju muda itu.
Meski begitu, disiplin Buttigieg dalam menjaga jarak menjadi kunci. Ia tahu kapan harus masuk dan keluar, memanfaatkan reach advantage dengan baik. Di ronde kedua dan ketiga, beberapa pukulan straight-nya mendarat bersih di wajah Schembri, membuat penonton bersorak kecil setiap kali kontak terjadi.
Ronde Tengah: Ujian Ketahanan
Ronde keempat menjadi titik balik kecil. Schembri mulai meningkatkan agresivitas, menekan dari sisi kiri ring dan mencoba menguji kekuatan mental lawannya. Buttigeig sempat mundur satu-dua langkah, namun tetap tenang. Ia tidak terpancing bermain adu pukulan terbuka.
Alih-alih panik, ia justru menunggu kesempatan untuk membalas. Setiap kali Schembri mendekat, Buttigieg melepaskan hook kiri ringan dan segera berputar keluar. Teknik dasar yang sederhana, tapi dijalankan dengan kedisiplinan luar biasa.
“Dia belum matang sepenuhnya, tapi yang saya suka adalah ketenangannya,” ujar seorang komentator lokal di ringside. “Untuk usia 20 tahun, dia punya IQ bertinju yang luar biasa tinggi.”
Ronde Akhir: Kontrol Penuh
Memasuki ronde keenam hingga kedelapan, Buttigieg benar-benar mengambil alih pertarungan. Ia membaca pergerakan lawannya dengan presisi, dan setiap jab-nya mulai terasa seperti palu kecil yang terus menghantam.
Schembri mencoba menahan serangan, tetapi tekanan konstan dari petinju muda Inggris itu membuatnya tak bisa membalik keadaan. Ketika bel ronde terakhir berbunyi, sebagian besar penonton tahu hasilnya akan berpihak kepada Buttigieg.
Dan benar saja, ketiga juri memberikan kemenangan PTS (poin mutlak) untuk Emmanuel Buttigieg dengan skor yang cukup lebar. Ia berhasil mempertahankan rekor tak terkalahkannya menjadi 10-0 (2 KO), sementara Schembri harus menerima kekalahan ke-13 dalam karier panjangnya.
Analisis dan Refleksi
Meski tidak mencatat kemenangan KO, penampilan Buttigieg justru menunjukkan sisi lain yang penting bagi karier jangka panjangnya — daya tahan, ketenangan, dan kemampuan mengatur tempo.
Banyak petinju muda kehilangan arah saat menghadapi lawan berpengalaman, tetapi Buttigieg tetap berpegang pada strategi: menang lewat kontrol, bukan emosi.
Pelatihnya, Paul Stevenson, memuji perkembangan anak didiknya:
“Kami tidak butuh KO untuk membuktikan sesuatu. Emmanuel belajar membaca lawan, menjaga jarak, dan tetap tenang di bawah tekanan. Itulah tinju yang sesungguhnya.”
Momen yang Paling Mengesankan
Salah satu momen yang paling mencuri perhatian datang di ronde keenam. Schembri berhasil memojokkan Buttigieg ke tali, tapi hanya butuh dua detik bagi Emmanuel untuk memutar badan dan keluar sambil melepaskan uppercut kanan yang mengenai dagu lawan dengan bersih.
Bukan pukulan yang menjatuhkan, tapi cukup menunjukkan kematangan teknis yang jarang dimiliki petinju seusianya.
Apa Selanjutnya untuk Buttigieg
Kemenangan ini semakin memperkuat posisi Buttigieg sebagai salah satu prospek masa depan tinju Inggris di kelas menengah. Promotor Matchroom Boxing disebut-sebut berencana menaikkan level pertarungannya tahun depan, mungkin menghadapi petinju dari peringkat 50 besar Eropa.
Dengan gaya yang efisien dan kedewasaan bertarung seperti ini, banyak yang percaya bahwa Buttigieg akan mencapai level nasional sebelum usianya menginjak 22 tahun.
Media Inggris Boxing News 24 bahkan menulis komentar pascalaga:
“Buttigieg tak hanya punya teknik, tapi juga aura juara. Ia bukan petinju yang hanya menang — ia belajar di setiap ronde.”

Main Event: Kieron Conway vs George Liddard

Atmosfer di York Hall mencapai puncaknya saat George Liddard naik ring dengan rekor tak terkalahkan 12-0 (8 KO),pemegang sabuk Commonwealth Silver kelas menengah ini menghadapi Kieron Conway, 23-3-1 (7 KO), yang sebelumnya meraih gelar British Middleweight dan Commonwealth. Sorak-sorai penonton membahana, menciptakan ketegangan yang terasa di setiap sudut aula legendaris ini.
Ronde pertama hingga keenam berlangsung sengit. Conway memanfaatkan pengalaman bertandingnya, mencoba menahan tekanan Liddard dengan footwork yang rapi dan pukulan straight yang akurat. Namun, Liddard menunjukkan agresivitas khasnya, menekan center ring dan melepaskan kombinasi cepat yang menguji pertahanan Conway.
Di ronde ketujuh dan kedelapan, Liddard semakin mendominasi. Serangan bertubi-tubi membuat Conway sulit menemukan ritme, meski ia sesekali melepaskan hook atau uppercut untuk menahan laju lawan. Atmosfer semakin panas, penonton seakan menahan napas di setiap pukulan.
Puncaknya terjadi di ronde ke-9, ketika Liddard berhasil menjatuhkan Conway dengan pukulan presisi. Conway bangkit, tetapi terlihat mulai kelelahan menghadapi tekanan terus-menerus.

Di ronde ke-10, serangan Liddard semakin tak terbendung. Kombinasi straight, hook, dan uppercut menghantam pertahanan Conway. Melihat kondisi muridnya, pelatih Conway melempar handuk putih, menghentikan pertarungan. Dengan itu, George Liddard menang TKO di ronde ke-10, mempertahankan rekor tak terkalahkannya dan menegaskan posisinya sebagai salah satu prospek paling menjanjikan di kelas menengah.
Untuk kamu yang ingin menyaksikan kembali momen penghentian dramatis di ronde ke-10, berikut cuplikan resmi dari DAZN Boxing:
Sumber video: DAZN Boxing (YouTube)
Analisis singkat:
Kemenangan TKO ini menegaskan dominasi Liddard dalam tekanan, kombinasi pukulan efektif, dan kemampuan mengontrol center ring. Strategi menyerang tanpa henti membuat Conway kewalahan meski memiliki pengalaman lebih. Duel ini bukan sekadar kemenangan, tapi juga menunjukkan mental baja Liddard dalam menghadapi duel level tinggi, menandai dirinya sebagai kandidat kuat untuk pertarungan gelar yang lebih besar.
Malam di York Hall, London, 17 Oktober 2025, menjadi lebih dari sekadar ajang pertarungan — ia adalah panggung pembuktian bagi generasi baru tinju Inggris. Dari undercard hingga partai utama, setiap duel memperlihatkan semangat, teknik, dan gairah khas yang membuat tinju Inggris selalu hidup.
Jermaine Dhliwayo membuka malam dengan kemenangan KO telak melalui body shot yang bersih dan bertenaga. Anak muda ini menunjukkan bahwa gaya bertarung klasik Inggris belum kehilangan pamornya.
Adam Maca menyusul dengan penampilan menggila — remaja 18 tahun itu mengakhiri laga dengan TKO ronde ke-4 lewat kombinasi beruntun yang memaksa wasit menghentikan pertarungan.
Lalu Taylor Bevan, sang mesin penghancur dari kelas menengah super, memperpanjang rekor KO sempurnanya lewat kemenangan TKO ronde ke-5 yang membuat publik York Hall berdiri dan bersorak.
Dan di partai keempat, Emmanuel Buttigieg memperlihatkan kedewasaan tak biasa bagi usianya — menaklukkan Christian Schembri lewat kontrol penuh dan kecerdikan strategi selama delapan ronde.
Namun sorotan utama malam itu tentu jatuh pada George Liddard, sang juara muda yang menutup malam dengan kemenangan TKO ronde ke-10 atas Kieron Conway. Dengan kemenangan itu, Liddard bukan hanya memperpanjang rekor tak terkalahkannya menjadi 13-0, tapi juga menegaskan bahwa dirinya kini layak diperhitungkan di jajaran elite kelas menengah Inggris.
York Hall malam itu terasa seperti laboratorium masa depan — tempat para calon bintang mengasah ketenangan, mengukur keberanian, dan menulis bab pertama dari kisah besar mereka.
Publik pun tampaknya menyadari hal yang sama: bahwa masa depan tinju Inggris kini berada di tangan anak-anak muda yang tak hanya punya kekuatan, tapi juga karakter dan kecerdasan bertarung.
Ketika lampu ring mulai meredup dan penonton berangsur pulang, sorak-sorai masih menggema di dinding tua gedung legendaris itu. Ada sesuatu yang berbeda malam itu — aura bahwa era baru sedang dimulai.
#TinjuDunia #GeorgeLiddard #KieronConway #HasilTinju2025 #YorkHall #BoxingUK #TaylorBevan #EmmanuelButtigieg #AdamMaca #JermaineDhliwayo










Pingback: Hasil tinju hari ini 24 oktober 2025 di puertoriko