Di atas ring, setiap kekalahan adalah luka yang terbuka. Pukulan yang merobohkan tubuh tak hanya menyakitkan secara fisik, tapi juga menggores harga diri yang paling dalam. Bagi seorang petarung, dunia bisa terasa runtuh ketika sorak kemenangan berpindah ke sudut lawan, meninggalkan diri sendiri dalam bayang-bayang keraguan dan ejekan.
Namun tinju punya sisi lain yang lebih indah sekaligus kejam: kesempatan kedua. Rematch selalu menjadi panggung penebusan, tempat di mana seorang petinju bisa membalikkan sejarah. Dan ketika balas dendam itu diwujudkan bukan hanya dengan kemenangan tipis, melainkan dengan KO telak yang tak terbantahkan, dunia menyaksikan momen lahirnya keadilan di atas ring.
Di sanalah darah, keringat, dan amarah melebur menjadi satu. Setiap pukulan bukan lagi sekadar teknik, melainkan teriakan jiwa yang ingin membalas rasa sakit lama. Sebuah klimaks yang mengubah kekalahan menjadi kebangkitan, dan menjadikan balas dendam di ring tinju sebagai salah satu kisah paling dramatis dalam olahraga ini.
Inilah daftar balas dendam KO paling epik dalam sejarah tinju dunia — kisah-kisah yang membuktikan bahwa dalam olahraga ini, setiap kekalahan bisa menjadi awal dari kemenangan yang jauh lebih besar.
1.Joe Louis vs Max Schmeling.
Pertarungan Pertama – 19 Juni 1936.

Pada 19 Juni 1936 di Yankee Stadium, New York, Joe Louis datang sebagai petinju muda tak terkalahkan dengan reputasi mengerikan. Publik Amerika yakin Louis akan mengalahkan Max Schmeling dengan mudah. Namun realitas di ring justru mengejutkan. Schmeling yang lebih berpengalaman mampu membaca kelemahan Louis, terutama kebiasaan menurunkan tangan setelah melepaskan jab. Ia memanfaatkan celah itu dengan counter right hand yang berulang kali masuk telak. Setelah pertarungan panjang yang keras, Schmeling akhirnya menjatuhkan Louis dengan KO pada ronde ke-12. Kekalahan ini menjadi pukulan besar bagi Louis sekaligus membuat dunia tinju gempar.
Pertarungan Kedua – 22 Juni 1938.
Dua tahun kemudian, tepatnya pada 22 Juni 1938, rematch digelar kembali di Yankee Stadium. Kali ini suasana jauh berbeda. Joe Louis datang dengan tekad membalas dendam, sementara Schmeling membawa tekanan politik karena menjadi simbol Jerman Nazi di tengah memanasnya situasi menjelang Perang Dunia II. Louis langsung tampil agresif sejak bel berbunyi. Ia tidak memberikan kesempatan Schmeling untuk mengembangkan strategi. Serangkaian pukulan cepat dan keras menghantam tubuh serta kepala lawannya. Schmeling tertekan hebat, bahkan sampai berteriak kesakitan akibat serangan ke arah rusuk. Pada ronde pertama, Louis mengakhiri semuanya dengan TKO brutal.
Kemenangan ini bukan sekadar balas dendam pribadi bagi Joe Louis, tetapi juga kemenangan simbolis bagi Amerika Serikat. Duel ini dikenang sebagai salah satu pertarungan paling bersejarah dalam dunia tinju karena sarat makna politik, nasionalisme, dan tentu saja drama balas dendam yang sempurna.
Baca juga: kisah ellyas pical sang juara dunia pertama dari indonesia
2.Jersey Joe Walcott vs Ezzard Charles.
Pertarungan Pertama – 22 Juni 1949.
Pada 22 Juni 1949, Jersey Joe Walcott menantang Ezzard Charles untuk gelar kelas berat dunia di Chicago Stadium. Walcott yang dikenal sebagai petinju cerdik mencoba menekan dengan pengalaman, namun Charles tampil dominan dengan kecepatan dan kombinasi pukulan rapi. Setelah 15 ronde penuh, juri memberikan kemenangan unanimous decision (UD) kepada Charles.
Pertarungan Kedua – 7 Maret 1951.
Dua tahun kemudian, keduanya kembali bertemu pada 7 Maret 1951 di Olympia Stadium, Detroit. Walcott berharap bisa membalas kekalahan sebelumnya, namun lagi-lagi Charles terlalu tangguh. Pertarungan berlangsung 15 ronde penuh, dan sekali lagi Walcott harus menerima kekalahan angka unanimous decision (UD).
Pertarungan Ketiga – 18 Juli 1951.
Duel ketiga berlangsung pada 18 Juli 1951 di Forbes Field, Pittsburgh. Walcott yang berusia lebih tua justru tampil dengan motivasi balas dendam luar biasa. Pada ronde ke-7, ia melepaskan hook keras ke arah rahang Charles yang membuat sang juara terjatuh tak mampu bangkit. Walcott akhirnya menang KO ronde 7, sekaligus merebut gelar juara dunia kelas berat yang sudah lama ia kejar.

Pertarungan Keempat – 5 Juni 1952.
Rematch terakhir antara keduanya digelar pada 5 Juni 1952 di Philadelphia. Kali ini Walcott sudah lebih percaya diri sebagai juara dunia. Pertarungan berlangsung penuh selama 15 ronde, namun Walcott berhasil mempertahankan gelarnya dengan kemenangan unanimous decision (UD).
Kisah rivalitas ini menegaskan bagaimana Walcott, setelah dua kali kalah angka, akhirnya berhasil membalas dendam dengan KO dramatis lalu mempertahankan gelarnya dalam pertarungan keempat. Sebuah kisah balas dendam yang klasik dalam sejarah tinju kelas berat.
3.Floyd Patterson vs Ingemar Johansson.
Pertarungan Pertama – 26 Juni 1959.
Pada 26 Juni 1959 di Yankee Stadium, New York, Floyd Patterson mempertahankan gelar juara dunia kelas berat melawan petinju asal Swedia, Ingemar Johansson. Patterson yang dikenal cepat dan lincah diprediksi akan menang mudah. Namun Johansson tampil mengejutkan dengan kekuatan pukulan kanannya yang dijuluki “Ingo’s Bingo”. Pada ronde ketiga, sebuah kombinasi brutal dari Johansson menjatuhkan Patterson berkali-kali. Wasit akhirnya menghentikan pertarungan, dan Johansson menang KO ronde 3. Kekalahan ini membuat Patterson menjadi bahan kritik karena dinilai terlalu ceroboh dalam bertahan.
Pertarungan Kedua – 20 Juni 1960.
Rematch digelar pada 20 Juni 1960 di Polo Grounds, New York. Patterson datang dengan motivasi besar untuk merebut kembali gelar juara dunia yang hilang. Kali ini ia tampil jauh lebih disiplin. Patterson menghindari overhand kanan khas Johansson dengan gerakan kepala yang lincah, sambil masuk menyerang dengan kombinasi cepat. Pada ronde ke-5, sebuah hook keras dari Patterson mendarat telak dan membuat Johansson jatuh tidak bergerak. Patterson menang KO ronde 5 dan kembali menjadi juara dunia kelas berat.

Kemenangan ini sangat bersejarah karena menjadikan Floyd Patterson petinju pertama dalam sejarah yang berhasil merebut kembali gelar juara dunia kelas berat setelah kalah. Balas dendamnya kepada Johansson menandai momen penting dalam kariernya dan menjadi inspirasi bagi banyak petinju setelahnya.
Pertarungan Ketiga – 13 Maret 1961.
Keduanya kembali bertemu pada 13 Maret 1961 di Convention Hall, Miami Beach. Pertarungan ini menjadi penentu siapa yang benar-benar lebih baik. Patterson sudah menemukan kuncinya. Dengan kombinasi cepat dan ketahanan mental kuat, ia menjatuhkan Johansson dua kali sebelum akhirnya menang KO di ronde ke-6.
Dengan hasil ini, Floyd Patterson bukan hanya berhasil membalas dendam, tetapi juga membuktikan dirinya sebagai petinju yang pantang menyerah dan salah satu juara dunia kelas berat paling bersejarah.
4.Sugar Ray Leonard vs Roberto Durán.
Pertarungan Pertama – 20 Juni 1980.
Pada 20 Juni 1980 di Olympic Stadium, Montreal, Sugar Ray Leonard mempertahankan gelar juara dunia kelas welter WBC melawan Roberto Durán. Leonard saat itu dikenal dengan gaya elegan, cepat, dan karismatik, sedangkan Durán terkenal keras, beringas, dan dijuluki “Hands of Stone” karena kekuatan pukulannya.
Durán berhasil memancing Leonard untuk bertarung gaya adu jotos jarak dekat, bukan dengan teknik dan kecepatan seperti biasanya. Strategi itu berjalan mulus. Setelah 15 ronde keras dan brutal, Leonard kehilangan gelarnya lewat keputusan angka bulat. Kekalahan ini sangat menyakitkan karena Leonard dipaksa bermain di luar keahliannya dan dipermalukan oleh gaya agresif Durán.
Pertarungan Kedua – 25 November 1980.
Hanya lima bulan kemudian, rematch digelar di Superdome, New Orleans. Leonard kali ini belajar dari kesalahan. Ia tidak mau lagi bertarung di dalam jarak Durán. Sejak awal ronde, Leonard menggunakan footwork yang lincah, jab cepat, dan kombinasi kilat. Ia bahkan memancing emosi Durán dengan trik-trik cerdik, termasuk gaya “bolo punch” yang terkenal itu.
Durán frustrasi karena tidak bisa menyentuh Leonard. Pada ronde ke-8, momen bersejarah terjadi: Durán tiba-tiba berhenti, mengangkat tangannya, dan berkata “No Más” (tidak lagi). Wasit menghentikan pertarungan, dan Leonard resmi menang TKO.

Pertarungan Ketiga – 7 Desember 1989.
Hampir sembilan tahun kemudian, keduanya bertemu lagi di Mirage, Las Vegas. Namun saat itu keduanya sudah lewat masa emas. Leonard tetap tampil lebih unggul dengan teknik dan taktik. Setelah 12 ronde, Leonard menang angka mutlak. Pertarungan ini tidak sefenomenal dua duel sebelumnya, tapi mempertegas dominasi Leonard atas Durán dalam jangka panjang.
Kisah Leonard vs Durán dikenang bukan hanya karena persaingan sengit, tetapi juga karena momen “No Más” yang legendaris. Balas dendam Leonard di pertarungan kedua menjadi salah satu comeback paling dramatis dalam sejarah tinju dunia.
5.Roy Jones Jr vs Montell Griffin.
Pertarungan Pertama – 21 Maret 1997.
Pada 21 Maret 1997 di Convention Center, Atlantic City, Roy Jones Jr mempertahankan gelar juara dunia kelas berat ringan WBC melawan Montell Griffin. Saat itu Jones Jr dianggap sebagai salah satu petinju terbaik pound-for-pound dengan kecepatan luar biasa, refleks tajam, dan gaya atraktif.
Namun malam itu berjalan di luar prediksi. Griffin mampu memberikan perlawanan ketat dengan teknik solid dan mental tangguh. Pada ronde ke-9, saat Griffin terjatuh ke kanvas, Jones Jr justru melepaskan pukulan tambahan yang dianggap ilegal. Wasit langsung mendiskualifikasi Jones Jr. Hasilnya, Roy Jones Jr menderita kekalahan pertama dalam karier profesionalnya.
Pertarungan Kedua – 7 Agustus 1997.
Lima bulan kemudian, rematch digelar di Foxwoods Resort, Mashantucket. Roy Jones Jr datang dengan dendam membara. Tidak ada lagi permainan santai. Begitu bel ronde pertama berbunyi, Jones Jr langsung tampil agresif. Dengan kombinasi cepat, hook keras, dan serangan bertenaga, ia menjatuhkan Griffin tiga kali hanya dalam waktu dua menit.
Pada menit 2:31 ronde pertama, wasit menghentikan pertarungan. Roy Jones Jr menang KO spektakuler, sekaligus merebut kembali sabuk WBC kelas berat ringan.

Balas dendam ini dikenal sebagai salah satu comeback tercepat dalam sejarah tinju. Dari kekalahan memalukan akibat diskualifikasi, Roy Jones Jr membalikkan keadaan dengan KO brutal hanya dalam satu ronde. Pertarungan ini semakin memperkuat statusnya sebagai salah satu petinju paling berbakat sepanjang masa.
6.Lennox Lewis vs Hasim Rahman.
Pertarungan Pertama – 22 April 2001.
Pada 22 April 2001 di Brakpan, Afrika Selatan, Lennox Lewis mempertahankan gelar juara dunia kelas berat WBC, IBF, dan IBO melawan Hasim Rahman. Lewis saat itu baru saja tampil di film “Ocean’s Eleven” dan dianggap terlalu santai dalam persiapan.
Di sisi lain, Rahman yang kurang diperhitungkan datang dengan motivasi tinggi. Pertarungan berlangsung ketat hingga ronde ke-5. Ketika Lewis menurunkan tangannya, Rahman melepaskan kanan lurus keras yang langsung menjatuhkan sang juara. Lewis tidak mampu bangkit sebelum hitungan selesai. Rahman menang KO ronde 5, mencatatkan salah satu kejutan terbesar dalam sejarah tinju kelas berat.
Pertarungan Kedua – 17 November 2001.
Hanya tujuh bulan kemudian, rematch digelar di Mandalay Bay, Las Vegas. Kali ini Lennox Lewis datang dengan fokus penuh. Ia berlatih serius dan bertekad merebut kembali gelarnya. Sejak ronde pertama, Lewis mendominasi dengan jab panjang dan kombinasi kuat, menjaga jarak dengan disiplin.
Pada ronde ke-4, Lewis melepaskan kombinasi jab dan overhand kanan yang menghantam telak. Rahman langsung terjatuh dengan keras dan tidak bisa bangkit. Lewis menang KO ronde 4, merebut kembali sabuk juara dunia kelas berat.

Balas dendam ini menegaskan kualitas Lennox Lewis sebagai salah satu petinju kelas berat terbesar sepanjang sejarah. Dari kelengahan yang membuatnya kalah KO, ia bangkit dengan performa sempurna, membalas dengan KO lebih cepat.
7.Manny Pacquiao vs Juan Manuel Márquez
Pertarungan Pertama – 8 Mei 2004.
Pada 8 Mei 2004 di MGM Grand, Las Vegas, Manny Pacquiao bertemu Juan Manuel Márquez untuk pertama kalinya dalam perebutan gelar dunia kelas bulu. Di ronde pertama, Pacquiao tampil ganas dan menjatuhkan Márquez tiga kali. Namun Márquez menunjukkan ketangguhan luar biasa, bangkit dan membalas dengan teknik counter-punching khas Meksiko. Setelah 12 ronde, laga berakhir draw (imbang). Banyak yang menilai Pacquiao pantas menang karena tiga knockdown di awal, sementara yang lain kagum pada daya juang Márquez. Rivalitas pun dimulai.
Pertarungan Kedua – 15 Maret 2008.
Empat tahun kemudian, pada 15 Maret 2008, keduanya bertemu lagi di Mandalay Bay, Las Vegas untuk perebutan gelar dunia kelas super bulu. Pertarungan berlangsung ketat dengan adu strategi: kecepatan Pacquiao melawan counter akurat Márquez. Di ronde ke-3, Pacquiao berhasil menjatuhkan Márquez sekali lagi, yang menjadi penentu hasil. Setelah 12 ronde sengit, Pacquiao menang split decision. Namun banyak pengamat menganggap pertarungan bisa saja dimenangkan Márquez.
Pertarungan Ketiga – 12 November 2011.
Pertemuan ketiga berlangsung di MGM Grand, Las Vegas pada 12 November 2011. Pacquiao sudah menjadi megabintang dunia, sementara Márquez masih menyimpan dendam karena merasa dicuri kemenangan di dua duel sebelumnya. Pertarungan lagi-lagi berjalan sangat tipis. Pacquiao lebih agresif, tetapi Márquez berhasil mengimbangi dengan counter-punching presisi. Setelah 12 ronde, Pacquiao menang majority decision. Keputusan ini kembali menuai kontroversi besar. Publik terbelah: sebagian mendukung Pacquiao, sebagian yakin Márquez dirampok.
Pertarungan Keempat – 8 Desember 2012.
Inilah klimaks rivalitas. Pada 8 Desember 2012 di MGM Grand, Las Vegas, Márquez datang dengan tekad menutup semua kontroversi. Dari awal ronde, keduanya saling jual-beli pukulan keras. Di ronde ke-3, Márquez untuk pertama kalinya menjatuhkan Pacquiao dengan pukulan kanan keras. Pacquiao bangkit dan membalas, bahkan hampir menghabisi Márquez di ronde ke-5. Namun pada detik terakhir ronde ke-6, saat Pacquiao maju menyerang dengan agresif, Márquez melepaskan overhand kanan telak. Pacquiao langsung jatuh tersungkur ke kanvas dan tidak bergerak. Wasit menghentikan pertarungan. Márquez menang KO ronde 6.

Kemenangan ini menjadi balas dendam sempurna bagi Juan Manuel Márquez. Setelah tiga kali merasa dirampok, ia akhirnya membungkam semua keraguan dengan KO brutal. Rivalitas Pacquiao vs Márquez kini dikenang sebagai salah satu saga terbaik dalam sejarah tinju modern, dengan masing-masing laga sarat drama, kontroversi, dan ending yang dramatis.
8.Sugar Ray Robinson vs Randy Turpin.
Pertarungan Pertama – 10 Juli 1951.
Pada 10 Juli 1951 di Earls Court Arena, London, Sugar Ray Robinson yang saat itu dianggap sebagai petinju terbaik pound-for-pound sepanjang masa datang dengan status juara dunia kelas menengah. Ia sudah punya rekor luar biasa dan hampir tak tersentuh.
Namun Randy Turpin, petinju asal Inggris, tampil mengejutkan. Dengan gaya keras, sabar, dan disiplin, Turpin mampu meredam kecepatan Robinson. Sepanjang 15 ronde, Turpin lebih banyak mendaratkan pukulan bersih, sementara Robinson kesulitan mencari ritme. Setelah 15 ronde, juri memberikan kemenangan angka mutlak untuk Randy Turpin. Hasil ini membuat publik dunia terkejut: Robinson kalah, dan Turpin resmi menjadi juara dunia kelas menengah.
Pertarungan Kedua – 12 September 1951.
Dua bulan kemudian, pada 12 September 1951, rematch digelar di Polo Grounds, New York. Robinson datang dengan misi balas dendam sekaligus merebut kembali gelarnya. Pertarungan berlangsung ketat. Turpin tetap memberikan perlawanan sengit dengan fisik kuatnya.
Namun memasuki ronde ke-10, Robinson berhasil menemukan celah. Ia melancarkan serangan kombinasi bertubi-tubi yang membuat Turpin terpojok di tali. Pukulan-pukulan cepat dan keras Robinson akhirnya memaksa wasit menghentikan pertarungan. Robinson menang TKO ronde 10 dan kembali merebut sabuk juara dunia.

Balas dendam Robinson atas Turpin menjadi salah satu kisah klasik tinju. Dari kekalahan mengejutkan di Inggris, ia bangkit dua bulan kemudian dengan performa dominan di hadapan publik Amerika. Rivalitas singkat ini juga menambah legenda Sugar Ray Robinson sebagai petinju terhebat sepanjang masa.
9.Miguel Cotto vs Antonio Margarito.
Pertarungan Pertama – 26 Juli 2008.
Pada 26 Juli 2008 di MGM Grand, Las Vegas, Miguel Cotto mempertahankan gelar juara dunia kelas welter WBA melawan Antonio Margarito. Saat itu Cotto tidak terkalahkan, dikenal dengan teknik rapi, kombinasi cepat, dan jab keras. Di sisi lain, Margarito punya gaya agresif dengan volume pukulan tinggi.
Pertarungan berjalan brutal sejak ronde awal. Cotto unggul dengan kombinasi tajam dan footwork yang baik, membuat wajah Margarito babak belur. Namun Margarito terus maju tanpa henti. Memasuki ronde tengah, serangan Margarito mulai menguras stamina Cotto. Pada ronde ke-11, Cotto tersudut oleh serangan deras, hingga akhirnya berlutut dan wasit menghentikan laga. Margarito menang TKO.
Kekalahan ini sangat menyakitkan bagi Cotto, apalagi belakangan muncul dugaan Margarito menggunakan plaster pada perban tangannya (seperti yang terbukti ketika ia menghadapi Shane Mosley di tahun 2009). Banyak yang percaya bahwa kemenangan Margarito atas Cotto tidak murni.
Pertarungan Kedua – 3 Desember 2011.
Tiga tahun setelah kontroversi besar itu, rematch digelar di Madison Square Garden, New York. Cotto datang dengan motivasi besar untuk menuntaskan dendam. Ia tampil jauh lebih disiplin, memukul dan bergerak, tidak membiarkan Margarito mendekat.
Seiring berjalannya ronde, wajah Margarito semakin rusak, terutama pada mata kanannya yang pernah mengalami cedera parah dalam pertarungan melawan Manny Pacquiao. Cotto terus menargetkan area tersebut dengan jab dan kombinasi keras. Pada akhir ronde ke-9, dokter menghentikan pertarungan karena mata Margarito sudah tidak bisa melihat jelas.
Miguel Cotto menang TKO ronde 9, membalas kekalahan menyakitkan tiga tahun sebelumnya.

Kemenangan ini menjadi salah satu momen paling emosional dalam karier Cotto. Ia tidak hanya membalas dendam secara sportif, tetapi juga memulihkan harga dirinya dari kekalahan kontroversial pertama. Bagi banyak penggemar tinju, duel ini adalah contoh nyata bahwa balas dendam bisa terasa manis, terutama ketika diselesaikan di atas ring dengan cara elegan.
10.Evander Holyfield vs Riddick Bowe.
Pertarungan Pertama – 13 November 1992.
Pada 13 November 1992 di Thomas & Mack Center, Las Vegas, Evander Holyfield mempertahankan gelar juara dunia kelas berat melawan Riddick Bowe yang saat itu masih muda dan tak terkalahkan. Pertarungan ini sangat ditunggu karena mempertemukan pengalaman dan teknik Holyfield dengan ukuran serta tenaga besar Bowe.
Pertarungan berlangsung keras. Holyfield berusaha menggunakan kombinasi cepat, namun Bowe dengan tinggi dan jangkauan lebih panjang mampu menekan sepanjang ronde. Pada ronde ke-10, Holyfield nyaris roboh akibat pukulan uppercut keras dari Bowe. Setelah 12 ronde penuh, juri memberikan kemenangan angka mutlak kepada Bowe. Dengan ini, Holyfield kehilangan gelarnya, sementara Bowe naik sebagai juara dunia kelas berat.
Pertarungan Kedua – 6 November 1993.
Setahun kemudian, rematch digelar di Caesars Palace, Las Vegas. Kali ini Holyfield datang dengan strategi lebih disiplin: menggunakan footwork, menjaga jarak, dan mengandalkan kecepatan kombinasi. Pertarungan berlangsung ketat, bahkan sempat diwarnai insiden legendaris “Fan Man”, ketika seorang penonton dengan parasut mendarat di atas ring pada ronde ke-7 dan menghentikan laga sejenak.
Setelah 12 ronde penuh drama, Holyfield tampil lebih efektif dengan serangan bersih dan stamina luar biasa. Ia menang majority decision, sekaligus membalas dendam atas kekalahannya dan merebut kembali gelar juara dunia kelas berat.
Pertarungan Ketiga – 4 November 1995.
Trilogi ditutup pada 4 November 1995 di Caesars Palace, Las Vegas. Holyfield dan Bowe sudah saling mengenal gaya masing-masing, membuat duel kembali berlangsung panas. Holyfield sempat menjatuhkan Bowe di ronde ke-6 dengan kombinasi cepat. Namun kemudian stamina Holyfield terkuras, sementara Bowe tetap konsisten menekan.
Pada ronde ke-8, Bowe melepaskan kombinasi keras yang menjatuhkan Holyfield. Ia bangkit, tetapi terus dihujani pukulan hingga ronde ke-11 ketika wasit menghentikan pertarungan. Bowe menang TKO.

Trilogi Bowe vs Holyfield dikenang sebagai salah satu yang terbaik dalam sejarah tinju kelas berat. Bagi Holyfield, kemenangan di pertarungan kedua adalah momen balas dendam manis yang membuktikan mental baja dan daya juangnya.
11.Marvin Hagler vs Willie Monroe.
Pertarungan Pertama – 9 Maret 1976.
Pada 9 Maret 1976 di Philadelphia, Marvin Hagler yang saat itu masih petinju muda dengan rekor impresif, menghadapi Willie “The Worm” Monroe. Pertarungan ini berlangsung di kota yang terkenal keras untuk para petinju menengah.
Monroe, yang dilatih oleh Joe Frazier, menggunakan gaya slick boxing khas Philly dengan jab licin, footwork, dan kontrol jarak. Hagler berusaha menekan dengan gaya agresif kidal, tetapi Monroe berhasil mengendalikan tempo. Setelah 10 ronde, juri memberikan kemenangan angka untuk Monroe. Kekalahan ini menjadi salah satu batu sandungan awal bagi Hagler.
Pertarungan Kedua – 15 februari 1977.
Lebih dari setahun kemudian, keduanya bertemu kembali pada 15 februari 1977 di Boston. Hagler datang dengan tekad membalas dendam. Kali ini ia tampil lebih fokus, menekan Monroe sejak awal dan tidak memberikan ruang untuk bergerak.
Hasilnya, Hagler sukses menghentikan Monroe dengan KO ronde 12, membuktikan kemajuannya sebagai petinju yang semakin matang.
Pertarungan Ketiga – 23 Agustus 1977
tujuh bulan kemudian, keduanya dipertemukan lagi di Boston. Hagler semakin percaya diri setelah kemenangan sebelumnya. Ia langsung mendominasi sejak awal ronde dengan pukulan keras dan tekanan nonstop. Monroe tidak mampu menahan agresi Hagler. Pertarungan berakhir di ronde ke-2 dengan KO cepat untuk Hagler.

Rivalitas ini menjadi titik balik penting dalam karier Marvin Hagler. Dari kekalahan awal yang menyakitkan, ia bangkit dengan dua kali balas dendam KO, dan pengalaman itu menempanya menjadi petarung tangguh yang kelak menjadi juara dunia kelas menengah paling dominan dalam sejarah.
12.Fabio Wardley vs Frazer Clarke.
Pertarungan Pertama – 31 Maret 2024
Fabio Wardley (saat itu juara kelas berat Inggris) bertemu Frazer Clarke, mantan peraih medali perunggu Olimpiade 2020, pada 31 Maret 2024 di O2 Arena, London. Duel ini sejak awal sudah sarat gengsi karena dua-duanya mewakili generasi baru kelas berat Inggris.
Pertarungan berlangsung sengit sepanjang 12 ronde. Wardley tampil agresif, namun Clarke memperlihatkan ketahanan luar biasa. Banyak momen jual-beli pukulan yang membuat penonton bergemuruh. Pada akhirnya, juri memberikan hasil draw (imbang).
Keputusan ini menimbulkan kontroversi karena banyak pihak merasa Wardley lebih dominan, sementara Clarke menunjukkan keberanian untuk tetap berdiri hingga akhir.
Pertarungan Kedua – 12 Oktober 2024
Rematch digelar pada 12 Oktober 2024 di Kingdom Arena, Riyadh, Arab Saudi. Kali ini Fabio Wardley tidak ingin mengulangi kesalahan membiarkan laga ditentukan juri. Sejak gong ronde pertama, ia langsung tampil beringas, menekan Clarke tanpa memberi ruang bernapas.
Di menit 2:28 ronde pertama, Wardley mendaratkan rentetan pukulan brutal yang membuat Clarke terpojok di sudut ring. Clarke tersandar di tali dengan kondisi mulut miring seperti orang stroke, tidak mampu lagi bertahan. Wasit langsung menghentikan pertarungan dan Wardley dinyatakan menang KO spektakuler di ronde 1.

Balas dendam Wardley ini menjadi salah satu kemenangan paling brutal di era modern tinju Inggris, sekaligus membungkam keraguan publik setelah duel pertama yang berakhir imbang.
Tinju bukan hanya soal sabuk dan kemenangan, melainkan juga tentang harga diri, dendam, dan kesempatan untuk membalikkan sejarah. Dari era klasik Joe Louis yang membalas kekalahan memalukan dari Max Schmeling, hingga Fabio Wardley yang di era modern menuntaskan dendamnya hanya dalam satu ronde, setiap kisah memberi kita pelajaran bahwa dalam ring, pembalasan adalah momen paling manis sekaligus paling brutal.
Rivalitas-rivalitas ini menunjukkan wajah asli tinju: ketangguhan, keuletan, dan semangat pantang menyerah. Kekalahan bukanlah akhir, melainkan bara yang membakar seorang petinju untuk kembali dengan lebih kuat, lebih beringas, dan lebih berbahaya. Dari KO mematikan hingga kemenangan angka yang elegan, sejarah membuktikan bahwa tidak ada yang lebih dramatis daripada seorang petinju yang berhasil membalas dendamnya.
Bagi para penggemar, duel-duel ini bukan sekadar pertandingan. Mereka adalah kisah hidup tentang jatuh bangun, tentang bagaimana seorang manusia menolak untuk tunduk pada kegagalan, dan tentang bagaimana balas dendam bisa menjadi salah satu motivasi terbesar dalam olahraga paling keras di dunia. Dan selama tinju masih hidup, akan selalu ada kisah dendam yang menunggu untuk dituntaskan di atas ring.
#TinjuDunia #BoxingHistory #BalasDendamTinju #KOBrutal #SejarahTinju #FightBack #LegendaryBoxing










Pingback: Kematian tragis para petinju legendaris