Udara dingin Manchester mulai menggigit, tapi di sekitar Co-op Live Arena, suhu emosi justru meningkat tajam. Para penonton berdatangan dengan wajah tegang dan semangat membara, membawa bendera Inggris dan mengenakan jaket bertuliskan nama dua petinju yang malam ini akan menulis babak penting dalam hidup mereka: Joshua Buatsi dan Zach Parker.

Teriakan para suporter bercampur dengan dentuman musik dari pengeras suara. Lampu sorot menari di langit-langit arena, menciptakan suasana magis sekaligus tegang. Dalam beberapa jam ke depan, dua pria berusia sama—sama-31 tahun—akan naik ke ring, membawa seluruh beban reputasi, harapan, dan masa depan mereka di dunia tinju Inggris.
Bagi para penggemar tinju, duel Buatsi vs Parker bukan sekadar pertarungan biasa. Ini adalah cerita tentang dua karier yang bersinggungan di jalan penuh ambisi—satu ingin bangkit setelah kekalahan, satu lagi ingin naik level setelah sekian lama menunggu pengakuan.
Babak Awal: Dua Jalan yang Berbeda Menuju Malam Besar
Joshua Buatsi – Misi Penebusan dari Kekalahan Pertama
Joshua Buatsi bukan nama asing di peta tinju Inggris. Lahir di Accra, Ghana, dan besar di London Selatan, ia dikenal sebagai petinju yang disiplin, berbudi halus, namun ganas di atas ring. Dengan rekor 19 kemenangan dan 13 KO, kariernya melesat cepat sejak debut profesional pada 2017.
Buatsi sempat digadang-gadang menjadi pewaris kejayaan kelas light heavyweight Inggris, sejajar dengan nama-nama besar seperti Anthony Yarde atau Callum Smith. Namun, semua berubah pada awal tahun 2025,Malam di The Venue, Arab Saudi, dipenuhi aroma ketegangan dan kemewahan yang khas. Joshua Buatsi datang dengan membawa sabuk WBO Interim Light-Heavyweight di pinggangnya — simbol dari kerja keras dan konsistensi yang ia bangun sejak lama. Namun di hadapannya berdiri Callum Smith, lawan yang lebih tinggi, lebih berpengalaman, dan malam itu tampak seperti pria dengan misi yang sangat pribadi.
Pertarungan berlangsung sengit, teknis, dan sarat gengsi. Tapi setelah dua belas ronde yang melelahkan, tangan Smith-lah yang terangkat. Buatsi kehilangan sabuknya, juga catatan tak terkalahkannya — malam yang mengubah arah kariernya dalam satu keputusan angka.
Kekalahan di Arab Saudi menjadi momen reflektif bagi Buatsi. Di tengah kilau ring dan gemuruh penonton internasional, ia merasakan sisi lain dari olahraga yang ia cintai — bahwa dalam tinju, tak ada jaminan bagi siapa pun, bahkan bagi mereka yang datang dengan status juara.
Namun dari kekalahan itulah muncul sesuatu yang lebih besar: tekad untuk menata ulang langkah, memperbaiki diri, dan kembali membuktikan bahwa sabuk bisa hilang, tapi jiwa petarung tak pernah pudar. Malam di The Venue bukan akhir, melainkan jeda sebelum kebangkitan berikutnya.
Kekalahan itu menyakitkan bukan karena ia kalah KO atau tampil buruk—melainkan karena ia kalah dari dirinya sendiri. Dalam wawancara setelah laga, Buatsi dengan jujur berkata,
“It wasn’t about losing the fight, it was about losing myself. That night taught me who I really am.”
Sejak malam itu, Buatsi tak banyak bicara. Ia mundur sejenak dari sorotan, menata ulang kariernya, mengganti pendekatan latihan, dan fokus pada pemulihan mental. Banyak pihak meragukan apakah ia bisa kembali dengan ketenangan dan keyakinan yang sama seperti dulu. Namun kini, di Manchester, ia datang bukan sekadar untuk menang—melainkan untuk menebus.
Baca juga: Ezra taylor hancurkan lawan hanya dalam 24 detik,,TKO
Zach Parker – Dari Cidera, Kepercayaan Diri, dan Kebangkitan
Jika Buatsi datang dengan misi penebusan, maka Zach Parker datang dengan misi pembuktian. Lahir di Swadlincote, Derbyshire, Parker tumbuh dalam bayang-bayang nama besar lain di kelas super middleweight. Namun, satu hal yang selalu melekat padanya: ketekunan.
Dengan rekor 26 kemenangan dan 18 KO saat ini, Parker adalah petinju teknis dengan power mengejutkan. Namun kariernya sempat tersendat ketika pada 2022 ia mengalami cidera tangan kanan serius saat menghadapi John Ryder. Parker dipaksa menghentikan laga, menyerahkan kemenangan, dan menepi hampir setahun penuh.

Cidera itu nyaris membuatnya pensiun dini. Tapi Parker bukan tipe yang menyerah. Ia perlahan bangkit, menjalani fisioterapi, latihan ulang dari dasar, dan memulai comeback yang pelan tapi pasti. Empat kemenangan beruntun setelahnya membuatnya kembali relevan, hingga akhirnya promotor memberinya kesempatan emas: melawan Joshua Buatsi di Co-op Live Arena.
Parker tahu betul bahwa kemenangan malam ini bisa menjadi tiket untuk masuk jajaran elite. Dalam konferensi pers terakhir ia berkata santai,
“I’ve been through worse. I’ve fought pain before. Now it’s time to fight for my name.”
Kata-kata itu diucapkan dengan nada datar, tapi matanya memantulkan keyakinan keras kepala seorang petarung yang sudah terlalu lama menunggu panggung besar.
Pertarungan yang Didorong oleh Emosi, Bukan Sekadar Angka
Tinju seringkali dilihat dari rekor, statistik, dan persentase pukulan. Tapi duel Buatsi vs Parker tak bisa dipahami hanya lewat angka-angka itu. Ini bukan pertarungan antara dua grafik karier—melainkan antara dua manusia yang sama-sama sedang mencari arah.
- Buatsi membawa luka batin dari kekalahan besar.
- Parker membawa tekad untuk menebus masa yang hampir hilang karena cidera.
Keduanya berusia sama, sama-sama punya kekuatan, sama-sama punya pengalaman, namun datang dari motivasi yang sangat berbeda. Di situlah letak daya tarik duel ini.
Ketika dua petarung dengan latar emosional sekuat itu saling berhadapan, hasil akhirnya sering ditentukan bukan oleh siapa yang lebih kuat—melainkan siapa yang lebih lapar.
Duel Gaya: Ketika Strategi dan Keberanian Saling Menyilang
Di atas kertas, duel ini adalah benturan gaya klasik: Buatsi si teknisi cepat dengan jab tajam melawan Parker si pemukul keras dengan gaya menekan.

- Buatsi mengandalkan jab kiri untuk mengatur ritme, menjaga jarak, dan mengatur lawan agar selalu bermain di luar zona aman. Ia suka memanfaatkan footwork, membangun serangan bertahap, lalu masuk dengan kombinasi cepat dua atau tiga pukulan keras.
- Parker justru kebalikannya. Ia lebih nyaman menekan, mencari ruang di dalam, lalu melepaskan hook kiri atau uppercut kanan yang bisa mengubah arah laga dalam sekejap.

Jika Buatsi berhasil menjaga jarak dan memanfaatkan kecepatannya, maka ia akan mengontrol laga dengan tenang. Tapi jika Parker berhasil memotong ring dan membuat duel menjadi “perang jarak dekat”, ia bisa menciptakan kekacauan yang sulit dihadapi Buatsi.
Para analis Inggris menggambarkan duel ini seperti pertandingan catur antara dua karakter yang sama-sama keras kepala—hanya saja setiap langkah mereka bisa berakhir dengan pukulan ke rahang.
Simak pula: inilah 5 petinju yang lolos dari KO mike tyson saat masih jaya
Faktor Mental: Siapa yang Siap di Ronde 10?
Dalam tinju kelas light heavyweight, fisik penting, tapi mentalitas sering jadi penentu.
Buatsi dikenal sebagai sosok tenang dan religius, tapi kekalahan dari Smith menggores kepercayaan dirinya. Ia kini berjuang bukan hanya melawan lawan di depan, tapi juga bayangan dirinya sendiri. Dalam beberapa laga terakhir, ia tampak sedikit berhati-hati, tidak seagresif di masa awal kariernya.
Sebaliknya, Parker justru datang dengan energi baru. Ia terlihat bebas, santai, dan percaya diri. Ia tahu bahwa banyak orang menganggapnya underdog, dan hal itu justru membuatnya berbahaya. Petinju tanpa beban sering kali jadi lawan paling mematikan.
Ketika ronde-ronde memasuki fase akhir—ketika napas mulai berat, bahu mulai kaku, dan mata mulai buram oleh keringat—maka bukan teknik yang bicara, melainkan jiwa bertarung. Di titik itu, siapa pun yang punya hati paling kuat, akan menang.
Konteks Lebih Besar: Taruhan di Puncak Karier
Bagi kedua petinju, malam ini bukan sekadar tentang kemenangan di papan skor. Ini tentang arah karier.
Jika Buatsi menang, ia bisa membuka kembali jalan menuju perebutan sabuk dunia, entah versi WBA, WBO, atau IBF. Kekalahan dari Smith akan dianggap hanya batu loncatan kecil, bukan kemunduran. Tapi jika ia kalah lagi, narasinya berubah total: ia akan dianggap “gagal memenuhi ekspektasi” dan bisa tersingkir dari peta elite Inggris.
Sementara bagi Parker, kemenangan atas nama besar seperti Buatsi akan menjadi momen yang mengubah hidup. Ia bisa melonjak ke jajaran ranking atas, mendapatkan tawaran besar, dan akhirnya diakui sebagai petinju kelas dunia, bukan hanya juara regional.
Inilah yang membuat duel ini menarik: dua petinju, dua tujuan, satu malam untuk membuktikan siapa yang pantas melangkah lebih jauh.
Tekanan Publik dan Sorotan Media
Sejak diumumkan, duel ini langsung menyita perhatian media Inggris. Banyak headline yang menyebutnya sebagai “Pertarungan untuk Memperpanjang Karier.” Sebab baik Buatsi maupun Parker, berada di usia 31 tahun—masa di mana waktu mulai terasa menipis bagi petinju.
Promotor bahkan menilai duel ini sebagai British Crossroads Fight. Dalam dunia tinju, istilah itu berarti pertarungan yang menentukan arah: apakah seorang petinju akan menuju sabuk dunia atau justru menjadi nama pendamping di kartu pertandingan lain.
Media seperti Boxing News dan Sky Sports memprediksi bahwa duel ini bisa berlangsung sengit selama 12 ronde penuh, dengan tensi psikologis tinggi. Bahkan Eddie Hearn—yang sempat bekerja sama dengan Buatsi di awal karier—mengatakan,
“This is a dangerous fight for both. Whoever loses will have to rebuild everything again.”
Kata “rebuild” terasa berat, tapi begitulah realitasnya. Dalam olahraga kejam bernama tinju, satu kekalahan bisa mengubah segalanya.
Simulasi Laga: Bagaimana Pertarungan Bisa Berjalan
Mari bayangkan skenarionya.
Bel pertama berbunyi, dan Buatsi langsung mengambil posisi tengah ring, memainkan jab kiri untuk menjaga jarak. Parker menutup jarak dengan langkah kecil, mencoba menekan dari sisi kanan.
Ronde-ronde awal mungkin akan dikuasai Buatsi. Ia punya kecepatan tangan lebih baik, dan naluri untuk menjaga jarak. Tapi begitu ronde ke-4 atau ke-5 tiba, Parker mulai menemukan ritmenya. Ia menekan lebih agresif, memaksa Buatsi bertahan, bahkan mungkin mendaratkan beberapa hook ke tubuh.
Ronde tengah (6-8) bisa jadi fase krusial. Jika Parker mampu mematahkan tempo Buatsi dan membuatnya bertarung di dalam, laga bisa berubah menjadi pertarungan fisik. Tapi jika Buatsi tetap disiplin, menjaga jarak, dan memanfaatkan kombinasi, ia bisa mengambil kembali kontrol.
Segalanya bisa berubah cepat. Dalam tinju, satu pukulan keras di waktu yang tepat bisa menulis ulang seluruh cerita.
Prediksi Realistis: Antara Kontrol dan Risiko
Sulit memprediksi pertarungan dua petinju Inggris yang sama-sama cerdas dan keras kepala. Namun, berdasarkan pengalaman, gaya, dan kondisi terkini, Buatsi sedikit di atas kertas.
Ia memiliki kecepatan tangan lebih baik, pengalaman menghadapi lawan kelas dunia, dan ketenangan menghadapi tekanan besar. Jika ia tampil disiplin, ia bisa menang lewat keputusan angka setelah 12 ronde intens.
Namun, Parker punya senjata yang tidak bisa diremehkan: kekuatan pukulan dan determinasi. Jika Buatsi kehilangan fokus sesaat, Parker cukup berbahaya untuk mengubah hasil lewat satu momen KO.
Jadi, meskipun peluang condong pada Buatsi, pertarungan ini tetap berpotensi menghasilkan kejutan besar—karena kedua petinju memiliki sesuatu yang dipertaruhkan lebih dari sekadar sabuk: harga diri.
Ketika malam semakin larut dan suara sorak di Co-op Live Arena mencapai puncaknya, suasana di sekitar ring akan berubah menjadi campuran antara harapan, ketegangan, dan rasa takut.
Joshua Buatsi akan berjalan pelan menuju ring dengan wajah tanpa ekspresi, namun dadanya penuh gejolak. Zach Parker, di sisi lain, akan melangkah ringan, seolah tahu bahwa inilah saatnya menulis babak terpenting dalam hidupnya.
Dua pria, dua jalan, satu tujuan.
Tidak ada tempat untuk ragu di malam seperti ini.
Entah siapa yang menang, dunia tinju Inggris akan tetap mendapatkan pahlawan baru malam ini—entah itu Buatsi yang kembali ke takhta, atau Parker yang akhirnya menembus gerbang elite setelah bertahun-tahun menunggu.
Dan ketika bel terakhir berbunyi, hanya satu hal yang pasti:
Co-op Live Arena akan menjadi saksi bahwa dalam tinju, seperti dalam hidup, kemenangan sejati bukan hanya soal siapa yang memukul lebih keras—tetapi siapa yang berani bangkit ketika segalanya terasa hilang.
#joshuaBuatsi #ZachParker #BuatsiVsParker #TinjuInggris #CoopLiveArena #BoxingNews #LightHeavyweight #PrediksiTinju










Pingback: Lenier Pero vs Jordan Thompson: Duel Panas di Orlando