Para Raja super welter Bertukar Tahta Jalur WBA 2010-2024.

Para Raja super welter Bertukar Tahta Jalur WBA 2010-2024.

Dalam sejarah panjang tinju dunia, kelas welter super (super welterweight/light middleweight) selalu menjadi panggung megah bagi para petinju dengan kombinasi sempurna antara kecepatan, kekuatan, dan kecerdikan taktis. Namun di antara sekian banyak sabuk juara dunia yang ada, gelar WBA (World Boxing Association) memiliki kisah tersendiri — kisah tentang tahta yang terus berpindah tangan dari satu raja ke raja berikutnya, mencerminkan betapa ketat dan berdarahnya persaingan di kelas ini.

Sejak era Miguel Cotto, ikon Puerto Rico yang menguasai divisi ini dengan gaya agresif dan teknik khasnya, hingga munculnya Terence “Bud” Crawford, sosok modern yang dianggap salah satu petinju paling lengkap di generasinya — jalur WBA telah menjadi saksi pertarungan epik, drama perebutan sabuk, dan pergantian tahta yang mengubah arah sejarah tinju.

Artikel ini akan menelusuri perjalanan panjang para raja kelas welter super jalur WBA, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kita akan menyaksikan bagaimana setiap petinju berjuang mempertahankan kejayaan, bagaimana gelar berpindah tangan melalui duel sengit, dan bagaimana perubahan era menciptakan legenda-legenda baru di atas ring.

1.🥊 Awal Estafet: Era Miguel Cotto, Sang Raja Puerto Rico.

Setelah berjuang bertahun-tahun di kelas welter (147 lbs), Miguel Ángel Cotto akhirnya naik ke kelas welter super (154 lbs) pada tahun 2010, membawa nama besar Puerto Rico dan reputasi sebagai salah satu petinju paling disiplin dalam dekade itu.

miguel cotto vs yurie foreman 2010
credit:HBO sports/youtube

Pada 5 Juni 2010 di Yankee Stadium, New York, Cotto menantang juara bertahan Yuri Foreman (Israel) untuk memperebutkan gelar WBA Super World Super Welterweight. Dalam duel yang sempat diwarnai cedera lutut Foreman, Cotto tampil dominan. Pukulan kiri ke badan dan kombinasi tajamnya membuat Foreman tak mampu melanjutkan laga di ronde ke-9.
Dengan kemenangan itu, Cotto resmi menjadi raja baru jalur WBA — menambah daftar panjang juara dunia asal Puerto Rico yang pernah berjaya di empat kelas berbeda.

cotto menang KO atas foreman
credit:HBO sports/youtube

2.💸 Era Floyd Mayweather Jr. – Awal Dinasti Modern Jalur WBA Super(2012–2013)

Tahun 2012 menjadi titik balik dalam sejarah kelas super welter (154 lbs) jalur WBA.
Di saat Miguel Cotto baru saja menguasai tahta, muncullah sosok yang sudah lama digadang sebagai teknisi tinju terbaik dunia: Floyd “Money” Mayweather Jr.

miguel cotto vs floyd mayweather jr 2012
credit:Dazn/yotube

Pada 5 Mei 2012 di MGM Grand, Las Vegas, Mayweather naik ke 154 lbs untuk menantang Miguel Cotto, pemegang sabuk WBA Super World Super Welterweight.
Duel berlangsung keras — Cotto menekan dengan jab tajam dan body shot kuat, tapi Floyd memperlihatkan kecerdasan taktis luar biasa.
Setelah 12 ronde, hasil akhir jelas: Mayweather menang angka mutlak (117–111, 117–111, 118–110) dan resmi menjadi juara WBA Super Super Welterweight.

Meski sabuk itu direbut di atas ring, Mayweather tidak berniat menetap lama di divisi 154 lbs. Ia turun kembali ke kelas welter (147 lbs) dalam pertarungan berikutnya, hanya sesekali naik lagi untuk laga besar.
Namun begitu, statusnya sebagai pemegang sabuk WBA Super tetap aktif di atas kertas — dan selama masa itu, jalur WBA Regular tetap hidup dengan juara lain di bawahnya.

Inilah awal dari era ganda: di mana WBA memiliki dua “raja” dalam satu divisi — Super Champion dan Regular Champion.


3.⚖️ Austin Trout – Penjaga Jalur Regular (2011–2013)

austin trout meraih gelar WBA Reguler
credit:showtime/youtube

Sementara Mayweather sibuk dengan laga besar di kelas welter, jalur WBA Regular berjalan sendiri di bawah radar media besar.
Pada 19 Februari 2011, petinju kidal asal New Mexico, Austin “No Doubt” Trout, merebut sabuk WBA Regular Super Welterweight setelah mengalahkan Rigoberto Álvarez (kakak dari Canelo) di Guadalajara, Meksiko.

Trout mempertahankan gelarnya beberapa kali — melawan David Lopez, Frank LoPorto, dan Delvin Rodriguez — menampilkan gaya yang efisien dan sulit dibaca.
Namun pada 1 Desember 2012, Trout menantang mantan juara WBA Super, Miguel Cotto, dalam duel bergengsi di Madison Square Garden.
Hasilnya mengejutkan banyak orang: Trout menang angka mutlak (117–111, 117–111, 119–109), menegaskan dirinya sebagai raja jalur WBA Regular yang sah.

Tapi kebanggaan itu hanya bertahan sebentar. Dunia tinju punya rencana lain — dan itu bernama Saúl “Canelo” Álvarez.


4.🔥 Canelo Álvarez – Raja Muda Jalur WBA Regular (2013)

Pada 20 April 2013, Austin Trout mempertahankan sabuk WBA Regular miliknya dalam duel unifikasi melawan Canelo Álvarez, sang juara WBC Super Welterweight.
Pertarungan ini jadi salah satu duel paling dinanti di Alamodome, San Antonio, Texas.

Canelo tampil luar biasa: cepat, kuat, dan sangat disiplin. Ia bahkan menjatuhkan Trout di ronde ke-7 — satu-satunya knockdown dalam karier Trout.
Setelah 12 ronde, hasilnya jelas: Canelo menang angka mutlak (115–112, 116–111, 118–109) dan resmi menjadi juara WBA Regular + WBC Super Welterweight.

canelo merebut sabuk WBA dari austin trout
credit:Showtime/youtube

Kemenangan itu mengangkat nama Canelo menjadi bintang global dan pewaris sah jalur WBA Regular, menggantikan Trout.
Namun hanya beberapa bulan kemudian, Canelo mendapat tantangan terbesar dalam hidupnya — melawan pemilik sabuk WBA Super: Floyd Mayweather Jr.


5.💥 Pertemuan Dua Raja: Mayweather vs Canelo (2013)

Tanggal 14 September 2013, di Las Vegas, dunia menyaksikan duel yang disebut sebagai “The One” — Floyd Mayweather Jr. (WBA Super) vs Saúl “Canelo” Álvarez (WBA Regular + WBC).
Kedua petinju mempertaruhkan supremasi mutlak di kelas 154 lbs.

Canelo datang dengan usia muda, tenaga besar, dan keyakinan tinggi. Tapi Mayweather tampil seperti maestro: cepat, akurat, dan tak tersentuh.
Sepanjang 12 ronde, Floyd mendikte ritme laga dan membuat Canelo frustrasi.
Hasil akhir: Mayweather menang majority decision (114–114, 116–112, 117–111) dan resmi menyatukan sabuk WBA Super & WBA Regular + WBC Super Welterweight.

mayweather rebut sabuk milik canelo alvarez
credit:Showtime/yotube

Dengan kemenangan itu, Mayweather menjadi penguasa mutlak jalur WBA di 154 lbs.
Namun seperti sebelumnya, ia tak mempertahankan sabuk lama-lama — setelah laga melawan Marcos Maidana dan Cotto di kelas berbeda, Floyd kembali fokus ke welter, meninggalkan sabuk 154 lbs kosong.


6.⚔️ Erislandy Lara – Sang Raja Tenang dari Kuba (2014–2018)

erislandy lara juara WBA

Begitu Mayweather melepas gelarnya, Erislandy Lara, petinju kidal asal Kuba, menjadi penerus berikutnya.
Pada pertarungan perebutan gelar lowong, Lara mengalahkan Austin Trout pada 21 Desember 2013, merebut sabuk WBA Regular Super Welterweight.
Namun karena tidak ada juara Super aktif di atasnya, status Lara kemudian diangkat menjadi WBA Super Champion pada 2014.

Selama empat tahun berikutnya, Lara menjadi wajah WBA di kelas 154 lbs.
Ia mempertahankan sabuknya melawan Ishe Smith, Vanes Martirosyan, dan Delvin Rodriguez, menampilkan gaya licin khas “Cuban School” — penuh taktik, disiplin, dan efisien.

Tapi pada 7 April 2018, Lara harus mengakui keunggulan petinju muda Amerika, Jarrett Hurd, dalam duel unifikasi WBA–IBF yang spektakuler.
Pertarungan itu berlangsung ketat, namun knockdown di ronde terakhir membuat Hurd menang split decision, mengakhiri era Lara.

7.🧱 Era Jarrett Hurd – Sang Mesin Tekanan Jalur WBA Super (2018–2019)

Ketika Erislandy Lara akhirnya tumbang pada 7 April 2018, tongkat estafet jalur WBA Super Super Welterweight berpindah ke tangan petinju muda asal Maryland, Amerika Serikat — Jarrett “Swift” Hurd.

Kemenangan Hurd atas Lara bukan kemenangan biasa. Pertarungan unifikasi WBA–IBF itu berlangsung brutal selama 12 ronde penuh aksi saling hantam.
Lara tampil lebih teknikal, tapi Hurd terus menekan tanpa henti.
Ronde demi ronde, tekanan konstan dan tenaga besar Hurd membuat Lara kelelahan, dan di ronde ke-12, Hurd menjatuhkan Lara — knockdown yang akhirnya menentukan hasil.
Skor akhir: 114–113, 113–114, 114–113 untuk Hurd lewat split decision.

jarrett hurd menang atas erislandy lara
credit:PBC/youtube

Kemenangan itu menjadikan Jarrett Hurd sebagai juara WBA Super dan IBF Super Welterweight, sekaligus simbol gaya bertarung baru di divisi ini:
kombinasi antara tenaga muda, volume pukulan tinggi, dan agresi tanpa kompromi.


🥊 Hurd di Puncak: Gaya Bertarung dan Dominasi

Berbeda dari Lara yang licin dan penuh perhitungan, Hurd adalah kebalikannya. Ia bertarung dengan cara berjalan maju tanpa henti, memotong jarak, dan menghantam lawan dengan kombinasi pukulan beruntun.
Banyak pengamat menyebutnya sebagai “mini versi Antonio Margarito” — tangguh, tahan pukul, dan berani adu fisik.

Selama 2018 hingga awal 2019, Hurd dianggap raja sejati kelas 154 lbs, karena memegang dua sabuk dunia dan menaklukkan nama-nama besar.
Ia sempat mempertahankan gelar melawan Jason Welborn pada Desember 2018, menang KO ronde ke-4, memperlihatkan bahwa daya hancurnya memang nyata.

Namun, dalam tinju, puncak kejayaan sering kali hanya seumur jagung.
Dan kejatuhan Hurd datang lebih cepat dari yang diduga.

BACA JUGA: Para raja kelas berat bertukar tahta 2015 sampai 2025


8.⚡ Kejutan Besar: Julian “J-Rock” Williams Gulingkan Sang Raja (2019)

Pada 11 Mei 2019, Hurd menjalani pertarungan pertahanan gelar melawan Julian “J-Rock” Williams, penantang tangguh dari Philadelphia yang dikenal disiplin dan pintar membaca arah pukulan.
Banyak yang memprediksi Hurd akan menang mudah. Tapi kenyataan di ring justru berbalik total.

Williams tampil dengan game plan sempurna: meng-counter dengan cepat setiap kali Hurd masuk, memanfaatkan celah di pertahanan terbuka sang juara.
Di ronde ke-2, Hurd sempat dijatuhkan, dan sejak itu ia tak pernah bisa mengambil alih tempo pertarungan.

Selama 12 ronde, Williams mendominasi.
Hasil akhirnya: Williams menang angka mutlak (116–111, 115–112, 115–112) dan resmi merebut sabuk WBA Super dan IBF Super Welterweight dari tangan Hurd.

julian williams merebut sabuk jarrett hurd
credit:PBC/youtube

Kekalahan ini mengejutkan dunia tinju.
Hurd yang semula dianggap tak terkalahkan, tiba-tiba tumbang oleh petinju yang tampil jauh lebih efektif dan cerdas.


🧭 Setelah Hurd: Jalur WBA Mulai Terpecah Lagi

Setelah kehilangan gelar, Hurd memutuskan istirahat panjang.
Sementara itu, WBA kembali merapikan struktur gelar, memisahkan status Super dan Regular seperti sebelumnya.

Julian Williams sendiri tak lama memegang sabuk itu — pada awal 2020, ia dikalahkan Jeison Rosario dari Republik Dominika.
Namun karena dinamika promotor dan kewajiban mandatory, sabuk WBA jalur utama kembali terbuka untuk perebutan baru.

Dari sinilah kemudian muncul nama besar asal Argentina yang akan jadi pewaris berikutnya: Brian Castaño.
Castaño menjadi representasi petinju Amerika Selatan yang keras kepala, penuh determinasi, dan tak kenal mundur.

9.Era Brian Castaño – Penguasa WBA Reguler yang Berubah Arah ke WBO

brian castano memgang gelar WBA reguler

Setelah masa keemasan Jarrett Hurd berakhir dan sabuk WBA Super berpindah tangan, muncul sosok baru dari Argentina yang siap menggebrak: Brian Castaño. Petinju bergaya agresif ini membawa semangat klasik Latin Amerika, mirip seperti leluhurnya, Carlos Monzón. Namun, status yang ia rebut saat itu bukan sabuk utama WBA Super, melainkan WBA Regular Super Welterweight.

Castaño pertama kali muncul di radar WBA ketika memenangkan gelar interim pada 26 November 2016, setelah menumbangkan Emmanuel De Jesús lewat TKO ronde ke-6.
Kemenangan itu membuka jalan baginya untuk naik status menjadi juara dunia WBA Regular, yang resmi ia raih pada 10 Maret 2018, usai mengalahkan petinju Perancis Cédrick Vitu lewat TKO ronde ke-12 di Paris.

Sebagai juara reguler, Castaño mempertahankan sabuknya melawan Erislandy Lara, mantan raja WBA Super, pada 2 Maret 2019 di Barclays Center, New York. Duel berjalan sengit, keduanya saling bertukar serangan teknis dan intens, hingga akhirnya berakhir imbang (split draw).
Skor resmi: 114–114, 115–113 (Castaño), dan 115–113 (Lara).

Usai laga itu, status sabuk WBA Regular mulai membingungkan. Lara kemudian dinobatkan kembali sebagai juara (melalui kebijakan WBA Super vs Regular), sementara Castaño memilih fokus mengejar jalur lain. Ia kemudian melepaskan sabuk reguler dan pindah ke jalur WBO, di mana ia akhirnya menjadi juara dunia setelah mengalahkan Patrick Teixeira pada 13 Februari 2021 di California.

Dengan kemenangan itu, Castaño menjadi juara dunia WBO Super Welterweight, dan membuka jalan menuju laga megah kontra Jermell Charlo — pemegang sabuk WBA Super, WBC, dan IBF.
Jadi, dalam duel unifikasi Charlo vs Castaño (2021), sabuk WBA Super berada di tangan Charlo, bukan Castaño — sementara Castaño hanya membawa gelar WBO ke atas ring.

Era Castaño tetap penting dalam kronologi estafet karena di tangannya, WBA sempat punya dua cabang kejuaraan (Super dan Regular). Ia melambangkan masa transisi WBA sebelum akhirnya status “Super Champion” menjadi satu-satunya jalur utama yang diakui dunia.

10.Era Jermell Charlo – Dominasi Sang Singa dan Penyatunya Sabuk Dunia

Ketika Brian Castaño naik menjadi juara dunia WBO Super Welter pada awal 2021, jalur sabuk WBA Super sudah lama berada di tangan petinju Amerika berkarisma dingin: Jermell “Iron Man” Charlo.
Charlo, si kembar identik dari Houston, sebelumnya telah menguasai sabuk WBC, lalu menambah koleksi dengan IBF dan WBA Super setelah mengalahkan Jeison Rosario pada 26 September 2020 di Uncasville, Connecticut.
Kemenangan TKO ronde ke-8 atas Rosario menjadikannya juara tiga versi (WBC–WBA Super–IBF) — tinggal satu langkah lagi menuju mahkota tak terbantahkan.

Langkah itu tiba pada 17 Juli 2021, ketika Charlo berhadapan dengan Brian Castaño, sang juara WBO dari Argentina, dalam duel penyatuan empat sabuk dunia (WBA Super, WBC, IBF, dan WBO).
Laga berlangsung di AT&T Center, San Antonio, dan menjadi pertarungan yang menegangkan dari awal hingga akhir.

Castaño tampil agresif, menekan Charlo tanpa henti di ronde-ronde awal, sementara Charlo mengandalkan ketenangan, jab tajam, dan counter hook kanan yang berbahaya.
Publik menyaksikan duel yang seimbang — Castaño sempat membuat Charlo mundur, tapi Charlo juga sukses mencuri momentum di ronde-ronde akhir.
Setelah 12 ronde yang dramatis, hasil akhir diumumkan imbang (split draw):

  • 114–113 untuk Castaño
  • 117–111 untuk Charlo
  • dan 114–114
charlo vs castano berakhir draw
credit:PBC/youtube

Pertarungan itu membuat status “raja sejati” belum terjawab, tapi satu hal pasti: WBA Super tetap di genggaman Jermell Charlo, yang masih diakui sebagai penguasa jalur utama versi badan tertua tersebut.

Duel ulang akhirnya dijadwalkan pada 14 Mei 2022 di Dignity Health Sports Park, Carson, California.
Dalam rematch yang penuh gengsi itu, Charlo datang dengan misi jelas: menegaskan siapa raja sesungguhnya.

Kali ini, Charlo tampil luar biasa disiplin. Ia memanfaatkan jab dan pergerakan kaki yang tajam untuk menghindari tekanan jarak dekat dari Castaño.
Seiring ronde berjalan, kecepatan dan akurasi Charlo membuat Castaño mulai melambat.
Pada ronde ke-10, kombinasi uppercut-kanan kiri Charlo mendarat sempurna — Castaño jatuh dan bangkit dengan susah payah, tapi tak lama kemudian Charlo mendaratkan rentetan pukulan yang memaksa wasit menghentikan duel.

Jermell Charlo menang KO ronde ke-10, dan resmi menjadi Juara Dunia Tak Terbantahkan (Undisputed Super Welterweight Champion) versi WBA Super, WBC, IBF, dan WBO.

jermell charlo menjadi undisputed champion
credit:PBC/youtube

Kemenangan ini menandai tonggak sejarah besar:
untuk pertama kalinya sejak era WBA modern, satu petinju menyatukan seluruh sabuk dunia di kelas super welter dalam sistem empat badan resmi.
Charlo kini menjadi simbol supremasi dan stabilitas — era di mana jalur WBA Super benar-benar kokoh di satu tangan tanpa status tumpang tindih.

Namun seiring waktu, Charlo kemudian naik ke kelas menengah super (168 lbs) untuk menantang Canelo Álvarez pada 30 September 2023, membuat sabuk-sabuknya, termasuk WBA Super, akhirnya dinyatakan lowong oleh berbagai badan tinju dunia.
Dan dari sinilah, muncul nama baru dari Uzbekistan — Israil Madrimov — yang meneruskan estafet kejayaan jalur WBA Super Welter.


11.Era Israil Madrimov – Pewaris Tahta WBA dari Asia Tengah

Setelah era Jermell Charlo berakhir, dunia tinju kelas super welter (154 pon) kembali mencari sosok baru yang pantas menduduki takhta WBA Super. Saat itulah muncul nama Israil Madrimov, petinju asal Uzbekistan yang dikenal dengan julukan “The Dream”, seorang atlet disiplin dengan gaya bertarung yang eksplosif dan terukur — tipikal petinju dari sekolah tinju Asia Tengah yang menggabungkan teknik Soviet klasik dengan kecepatan modern.

Perjalanan Madrimov menuju puncak bukan proses yang instan. Ia mengawali karier profesionalnya pada 2018, dengan reputasi kuat sebagai mantan petinju amatir elit yang punya pengalaman di kejuaraan dunia. Dari awal, WBA sudah menempatkannya di jalur ranking tinggi karena potensinya yang besar. Setelah membukukan beberapa kemenangan dominan, Madrimov mendapat kesempatan emas untuk memperebutkan sabuk WBA Super Super Welterweight yang lowong, peninggalan era Jermell Charlo.

Momen itu terjadi pada 3 Agustus 2024 di BMO Stadium, Los Angeles, ketika Israil Madrimov berhadapan dengan petinju muda asal Rusia, Magomed Kurbanov, dalam laga perebutan gelar dunia WBA Super yang kosong. Pertarungan ini menjadi simbol peralihan era — dari dominasi Amerika dan Amerika Latin menuju kebangkitan Asia Tengah.

Sejak ronde awal, Madrimov tampil seperti mesin tinju yang tak kenal henti. Ia memadukan kombinasi hook kiri yang cepat dengan footwork agresif khas Uzbekistan. Di ronde ke-5, sebuah kombinasi uppercut-hook kanan bersih mendarat di rahang Kurbanov, membuat wasit menghentikan laga. Israil Madrimov menang TKO ronde ke-5, dan resmi menjadi juara dunia WBA Super Super Welterweight.

israil madrimov juara WBA
credit:Dazn/youtube

Kemenangan ini menandai babak baru dalam estafet para raja jalur WBA. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, sabuk WBA Super di kelas 154 pon dipegang oleh petinju asal Uzbekistan — sebuah simbol ekspansi global tinju profesional di era modern.

Namun tahta tak pernah tenang lama. Setelah kemenangan itu, muncul desas-desus mengenai rencana super-fight antara Israil Madrimov vs Terence “Bud” Crawford, yang saat itu baru saja meninggalkan kelas welter (147 lbs) dan berambisi naik kelas untuk merebut gelar di 154. Duel ini langsung mencuri perhatian seluruh dunia karena menghadirkan dua gaya yang sangat kontras: teknik bersih nan cerdas milik Crawford versus tekanan eksplosif dan fisikal dari Madrimov.

12.Era Terence Crawford – Sang Raja Multi-Divisi Merebut Tahta WBA Super Super Welter

Ketika Terence “Bud” Crawford memutuskan naik ke kelas super welter (154 pon), dunia tinju tahu bahwa babak baru sedang dimulai. Setelah menaklukkan seluruh lawan di kelas welter dan menyapu bersih semua sabuk dunia, sang juara tak terbantahkan ini menatap tantangan baru: merebut sabuk WBA Super milik Israil Madrimov.

Peralihan Kelas yang Terukur dan Strategis

Terence Crawford dikenal bukan hanya karena kepintarannya membaca pertarungan, tapi juga kecerdasannya dalam mengatur karier. Ia tidak langsung lompat kelas begitu saja; proses transisi dari 147 ke 154 pon dilakukan secara bertahap dan penuh perhitungan.

Di berbagai wawancara jelang pertarungan, Crawford menegaskan bahwa tujuannya bukan sekadar menambah gelar dunia ke-empat di divisi berbeda, tapi untuk “menulis ulang sejarah WBA Super Welter”, yang selama ini dikuasai oleh generasi seperti Mayweather, Canelo, hingga Charlo.

Pertarungan monumental itu digelar pada 3 Agustus 2024 di BMO Stadium, Los Angeles, Amerika Serikat. Duel ini menjadi ajang pertarungan dua dunia — Madrimov, sang raja baru dari Uzbekistan dengan gaya agresif dan daya tahan luar biasa, melawan Crawford, maestro tinju modern yang dikenal dengan kecerdasan taktis, kemampuan switch stance, dan kecepatan reaksi yang luar biasa.


Pertarungan Dua Dunia: Kekuatan vs Kecerdasan

Sejak ronde awal, Madrimov berusaha menekan, berupaya memanfaatkan keunggulan fisik dan kekuatan pukulannya. Ia memaksa Crawford bertarung di jarak dekat, mengincar tubuh, dan mencoba memecah ritme lawan.
Namun, seperti biasa, Crawford tidak pernah bertarung dengan emosi. Ia membaca setiap gerakan Madrimov, menyesuaikan jarak, dan memanfaatkan kecepatan counter untuk mencuri poin.

Memasuki pertengahan laga, kontrol mulai beralih ke tangan sang maestro Amerika. Jab kiri Crawford semakin tajam, pergerakannya makin licin, dan kombinasi serangan baliknya membuat Madrimov frustrasi.
Meski petinju Uzbekistan itu terus maju dengan mental baja, Crawford berhasil menjaga dominasi hingga akhir 12 ronde.


Kemenangan Sejarah di Los Angeles

Setelah 12 ronde intens, hasil akhir dibacakan:
Terence Crawford menang lewat keputusan mutlak (unanimous decision).
Skor juri: 117–111, 116–112, dan 118–110.

terence crawford juara dunia 4 divisi
credit:Dazn/youtube

Dengan hasil ini, Crawford resmi menjadi juara dunia WBA Super Super Welterweight, sekaligus mencatatkan diri sebagai juara dunia empat divisi berbeda — dari ringan (135 lbs), junior welter (140 lbs), welter (147 lbs), hingga super welter (154 lbs).

Kemenangan ini juga memperpanjang rekor sempurnanya menjadi 41 kemenangan tanpa kekalahan, memperkuat reputasinya sebagai salah satu petinju paling dominan dan konsisten dalam sejarah modern.


Simbol Puncak dari Estafet WBA

Dengan kemenangan tersebut, Terence Crawford secara simbolis menutup satu bab panjang dalam sejarah estafet para raja jalur WBA Super Welterweight — perjalanan sabuk yang telah melewati tangan-tangan legendaris seperti Miguel Cotto, Floyd Mayweather Jr., Canelo Álvarez, Jermell Charlo, dan Israil Madrimov.

Crawford menjadi lambang puncak evolusi juara WBA: dari kekuatan otot menuju kecerdasan taktis, dari era Latin dan Amerika menuju era global yang kini dipimpin oleh strategi, IQ tinggi, dan kesempurnaan teknik.
Ia bukan sekadar juara dunia — ia adalah penulis akhir dari kisah panjang pertukaran tahta para raja WBA Super Welter.

Menembus Batas: Crawford Naik ke Super Middleweight

Belum genap setahun setelah menaklukkan Madrimov, Terence Crawford kembali membuat dunia gempar. Ia resmi naik dua kelas ke atas — menuju super middleweight (168 pon) — untuk menantang Canelo Álvarez, sang juara tak terbantahkan di divisi itu.
Pertarungan super ini digelar pada 13 September 2025 di T-Mobile Arena, Las Vegas, tepat bertepatan dengan perayaan “Mexican Independence Weekend” — momen kebanggaan tahunan bagi Canelo.

Dalam laga penuh gengsi itu, banyak yang meragukan Crawford bisa menandingi kekuatan natural Canelo. Namun seperti biasa, “Bud” membalikkan semua prediksi.
Dengan kecepatan, pergerakan kaki, dan IQ tinju yang luar biasa, ia sukses mematahkan ritme Canelo sejak ronde awal.
Selama 12 ronde, Crawford tampil nyaris sempurna, mengontrol jarak, menahan serangan, dan melancarkan kombinasi bersih yang sulit dibalas.
Hasil akhir: Terence Crawford menang angka mutlak (unanimous decision), merebut semua sabuk undisputed kelas super middleweight (WBA, WBC, IBF, WBO) dari tangan Canelo Álvarez.

terence crawford merampas sabuk canelo alvarez
credit:netflix/youtube

Dengan kemenangan itu, Crawford menulis sejarah baru — menjadi petinju pertama yang menjuarai sabuk di lima divisi berbeda, dan dua kali menjadi juara tak terbantahkan (undisputed) di kelas berbeda.
Ia kini dianggap sebagai living legend sejati, sejajar dengan nama-nama besar seperti Sugar Ray Robinson dan Henry Armstrong.


Nasib Sabuk WBA Super Welter Masih Misterius

Pasca kemenangan atas Canelo, nasib sabuk WBA Super Super Welter milik Crawford menjadi tanda tanya besar. Hingga kini, belum ada keputusan resmi dari World Boxing Association (WBA) apakah gelar itu akan dikosongkan, dipertahankan sementara, atau dinaikkan status interim.
Beberapa sumber menyebut Crawford kemungkinan akan melepasnya untuk fokus di kelas super middleweight, namun hingga kini belum ada konfirmasi resmi.

Yang jelas, sabuk WBA di kelas 154 pon kini kembali berada di persimpangan sejarah — menunggu siapa yang akan menjadi penerus baru setelah era dominasi seorang legenda bernama Terence Crawford.

Sejarah panjang kelas WBA Super Welterweight (154 lbs) ibarat sebuah kisah kerajaan yang terus berputar. Dari era klasik Miguel Cotto yang memulai babak baru, ke masa kejayaan Floyd Mayweather Jr. yang menyatukan kemewahan dan kesempurnaan, lalu ke Canelo Álvarez yang mengembalikan gairah Amerika Latin, hingga ke Jermell Charlo yang membawa era unifikasi modern.

Setiap juara meninggalkan warisan yang berbeda: ada yang dikenal karena kekuatan dan emosi, ada pula yang diingat karena kecerdasan dan disiplin. Namun tak ada yang mampu mengikat semua aspek itu dalam satu sosok — kecuali Terence “Bud” Crawford.

Crawford bukan sekadar penerus, melainkan penyempurna estafet. Ia menjadi lambang bagaimana sabuk WBA telah berevolusi dari simbol kekuasaan regional menjadi mahkota global yang melintasi batas benua dan generasi.
Kemenangan demi kemenangan — dari Madrimov hingga Canelo — bukan hanya memperpanjang rekor pribadi, tetapi juga menegaskan bahwa WBA kini berdiri di bawah bayang-bayang seorang legenda hidup.

Kini, dunia menunggu babak berikutnya.
Apakah Crawford akan melepaskan tahtanya dan membiarkan sabuk itu kembali diperebutkan oleh generasi baru?
Ataukah akan lahir nama lain yang mampu menantang batas-batas sejarah seperti yang dilakukan oleh “Bud”?

Yang pasti, estafet para raja WBA Super Welter masih belum berakhir. Ia hanya berhenti sejenak — menunggu siapa yang cukup kuat, cukup cerdas, dan cukup berani untuk melanjutkan kisah ini.

#TinjuDunia #WBA #SuperWelterweight #MiguelCotto #FloydMayweather #CaneloAlvarez #JermellCharlo #IsrailMadrimov #TerenceCrawford #SejarahTinju #JuaraDunia #UndisputedChampion

2 komentar untuk “Para Raja super welter Bertukar Tahta Jalur WBA 2010-2024.”

  1. Pingback: Raja Super Welter Bertukar Tahta Jalur WBC (2010–2025)

  2. Pingback: Sejarah Sabuk WBA: Awal Mula Gelar Tinju Dunia

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top