Tinju adalah olahraga yang dikenal kejam, bukan hanya di atas ring, tetapi juga setelah sorotan lampu padam. Di balik gemerlap sabuk emas, sorakan penonton, dan cek bernilai jutaan dolar, ada sisi lain yang jarang disorot: kehancuran finansial para juara.
Sejarah mencatat, banyak petinju pernah berada di puncak dunia. Mereka disambut bak raja, dihujani kekayaan, dan hidup dalam kemewahan yang seolah tidak ada habisnya. Namun, begitu karier usai, uang yang mengalir deras itu lenyap seperti debu diterpa angin. Dari jet pribadi hingga rumah megah, dari pesta glamor hingga kawan-kawan yang hanya hadir ketika ada uang, semua berubah menjadi sunyi. Yang tersisa hanyalah kenangan dan realita pahit: kebangkrutan, utang menumpuk, bahkan kemiskinan.
Ironisnya, petinju yang dulu menakutkan di ring ternyata kalah oleh satu lawan yang lebih kejam: gaya hidup boros, narkoba, penipuan promotor, dan kesalahan mengelola uang. Mereka yang dulunya bisa menghasilkan jutaan dolar dalam satu malam, kini harus bertahan hidup dengan bekerja serabutan, tampil di pameran kecil, atau bahkan meminta bantuan untuk sekadar membayar tagihan listrik.
Kisah-kisah ini bukan sekadar angka, melainkan potret nyata dari betapa rapuhnya kejayaan dalam dunia tinju. Nama-nama besar seperti Mike Tyson, Evander Holyfield, hingga Joe Louis pernah merasakan betapa cepatnya harta bisa hilang ketika ketenaran meredup.
Dalam artikel ini, kita akan menyusuri jejak 20 petinju yang mengalami kebangkrutan setelah pensiun. Sebuah perjalanan getir yang menunjukkan bahwa di balik kilauan sabuk juara, ada sisi gelap yang tak kalah dramatis dari pertarungan di atas ring.
1. Mike Tyson – Sang “Iron” yang Jatuh ke Jurang Bangkrut.

Mike Tyson adalah nama yang identik dengan keganasan di ring tinju. Dijuluki “Iron Mike”, ia pernah menjadi juara dunia kelas berat termuda dalam sejarah pada usia 20 tahun. Pada akhir 1980-an, Tyson bukan hanya seorang petinju, tetapi fenomena global. Setiap kali naik ring, dunia berhenti sejenak untuk menyaksikan pertunjukan brutalnya.
Puncak kejayaan Tyson datang dengan penghasilan yang luar biasa. Sepanjang kariernya, ia diperkirakan menghasilkan lebih dari US$ 400 juta hanya dari pertarungan, belum termasuk sponsor dan berbagai penampilan. Pada masanya, ia hidup seperti seorang raja modern: memiliki koleksi mobil mewah, rumah megah, binatang eksotis seperti harimau Bengal, bahkan pesta-pesta glamor yang tidak ada habisnya.
Namun, di balik semua kemewahan itu, Tyson tidak pernah benar-benar belajar cara mengelola kekayaannya. Gaya hidup boros, lingkaran pertemanan yang salah, serta biaya perceraian dan tuntutan hukum membuat tabungannya terkuras habis. Tyson dikenal sering menghamburkan jutaan dolar hanya untuk perhiasan, mobil sport, atau hiburan sesaat.
Tahun 2003 menjadi titik balik kelam. Di tengah utang mencapai lebih dari US$ 23 juta, Tyson resmi mengajukan kebangkrutan. Dunia tercengang: seorang legenda yang dulu bisa menghasilkan jutaan dolar dalam satu malam, kini jatuh miskin dan harus melelang sebagian besar asetnya. Bahkan rumah megahnya di Ohio dijual, begitu juga koleksi mobil serta properti lainnya,di video ini tyson memamerkan rumah dan hewan peliharaan nya macan putih,silahkan di tonton di bawah:
Meski Tyson akhirnya bangkit kembali berkat film, acara televisi, tur eksibisi, dan bisnis ganja medis, kisah kebangkrutannya tetap menjadi salah satu cerita paling ikonik dalam sejarah olahraga. Ia menjadi simbol tragis bagaimana ketenaran dan kekayaan luar biasa bisa lenyap begitu cepat ketika tidak dikelola dengan bijak.
2. Evander Holyfield – Dari Istana Megah ke Rumah Sitaan Bank

Jika ada sosok yang dikenal sebagai lawan seimbang Mike Tyson, maka nama itu adalah Evander Holyfield. Juara dunia empat kali di kelas berat, pemilik julukan “The Real Deal”, dan satu-satunya petinju yang berhasil mengalahkan Tyson dua kali. Prestasi Holyfield di ring tidak perlu diragukan: ia adalah legenda yang masuk jajaran elit tinju dunia.
Sepanjang kariernya, Holyfield meraup lebih dari US$ 250 juta dari pertarungan besar, termasuk duel epik melawan Mike Tyson (1996 & 1997), Riddick Bowe, hingga Lennox Lewis. Dengan kekayaan sebesar itu, ia membangun sebuah kerajaan pribadi: rumah supermegah dengan 109 kamar di atas tanah lebih dari 100 hektar di Georgia, lengkap dengan arena bowling, kolam renang raksasa, dan teater pribadi.
Namun, kehidupan mewah Holyfield ternyata jauh lebih besar daripada penghasilannya. Ia dikenal royal dan boros, serta memiliki 11 anak dari enam wanita berbeda, yang membuat biaya nafkah dan pengeluaran pribadinya membengkak luar biasa. Ditambah lagi, Holyfield kerap kalah dalam investasi bisnis, termasuk usaha promosi tinju dan perusahaan rekaman yang gagal total.
Puncaknya datang pada 2008, ketika mansion megahnya disita bank akibat utang menumpuk dan gagal membayar cicilan. Aset-aset pribadinya mulai dilelang, termasuk memorabilia bersejarah dari kariernya. Media Amerika menjulukinya sebagai “Champion of the Foreclosure” (juara penyitaan).
Meski mencoba kembali ke ring demi memperbaiki finansial, usia yang menua membuat kariernya tidak lagi bisa menyelamatkan keuangannya. Holyfield pun harus menerima kenyataan pahit: dari penghasilan ratusan juta dolar, ia jatuh ke jurang kebangkrutan dan hidup jauh dari kemewahan yang dulu pernah ia nikmati.
Kisah Holyfield adalah peringatan bahwa kemenangan terbesar di ring tidak selalu berarti kemenangan dalam kehidupan nyata.
BACA JUGA: 15 petinju terkaya tahun 2025
3. Riddick Bowe – Juara Dunia yang Terjerat Utang dan Skandal

Pada awal 1990-an, Riddick Bowe adalah raksasa baru di dunia tinju kelas berat. Dengan tinggi 196 cm, tubuh besar, dan teknik yang solid, ia berhasil mengalahkan Evander Holyfield pada tahun 1992 untuk merebut gelar juara dunia WBA, WBC, dan IBF. Kemenangan itu menjadikannya salah satu petinju paling ditakuti di masanya, dan ia segera meraup jutaan dolar dari laga besar.
Namun, kejayaan Bowe tidak bertahan lama. Setelah kariernya meredup, gaya hidup mewah dan keputusan buruk mulai menggerogoti keuangannya. Ia sering berbelanja berlebihan, gagal berinvestasi, dan berurusan dengan masalah hukum. Bowe juga terkenal sulit mengendalikan emosi, bahkan terlibat kasus penculikan terhadap mantan istrinya pada tahun 1998 yang membuatnya harus mendekam di penjara.
Dalam soal finansial, Bowe menghasilkan puluhan juta dolar sepanjang kariernya, tetapi sebagian besar lenyap karena pengeluaran boros, kasus hukum, dan utang. Ia bahkan sempat mencoba kembali ke ring di usia tua hanya demi mendapatkan uang tambahan, namun hasilnya tidak pernah bisa mengembalikan kejayaan ataupun kekayaannya.
Hari ini, Riddick Bowe hidup jauh dari sorotan, dengan kondisi finansial yang sangat berbeda dibandingkan masa jayanya. Namanya kini lebih sering disebut dalam daftar petinju yang “jatuh miskin setelah kaya raya” dibanding sebagai mantan juara dunia.
Kisah Bowe menunjukkan bahwa meski memiliki tubuh besar dan kemampuan luar biasa di ring, ia tetap tidak bisa menghindari pukulan keras kehidupan setelah pensiun.
4. Thomas Hearns – “The Hitman” yang Tersungkur oleh Utang

Thomas Hearns adalah bagian dari era emas tinju 1980-an, dikenal dengan julukan “The Hitman” atau “Motor City Cobra.” Ia adalah salah satu dari “Four Kings” bersama Sugar Ray Leonard, Roberto Durán, dan Marvin Hagler. Dengan gaya bertarung agresif, tinggi badan menjulang, dan pukulan kanan yang keras, Hearns menjadi ikon tinju yang disegani.
Sepanjang kariernya, Hearns meraih gelar dunia di lima divisi berbeda, sebuah pencapaian langka pada zamannya. Dari duel epik melawan Leonard, Hagler, hingga Durán, ia mengumpulkan puluhan juta dolar. Namun, uang sebanyak itu tidak cukup untuk membendung gaya hidup mewah yang dijalaninya.
Setelah gantung sarung tinju, Hearns terjerat utang pajak besar-besaran. Pada tahun 2010, ia dilaporkan memiliki utang sekitar US$ 450.000 kepada IRS (otoritas pajak AS). Untuk menutupinya, ia terpaksa melelang berbagai aset pribadinya, termasuk mobil klasik dan memorabilia bersejarah dari kariernya.
Selain itu, investasi bisnisnya tidak berjalan sesuai harapan. Hearns dikenal terlalu percaya pada lingkaran terdekatnya, yang justru membuatnya kehilangan jutaan dolar. Meski tidak sampai hidup miskin total, status finansialnya jauh dari kata aman, bahkan pernah hampir kehilangan rumahnya akibat gagal bayar.
Kisah Thomas Hearns adalah ironi besar: seorang petarung yang dijuluki “The Hitman” karena kemampuannya menghancurkan lawan, ternyata kalah telak oleh masalah finansial.
5. Leon Spinks – Dari Mengalahkan Ali ke Hidup di Rumah Sewa

Leon Spinks akan selalu tercatat dalam sejarah karena satu malam ajaib pada tahun 1978, ketika ia mengejutkan dunia dengan mengalahkan Muhammad Ali dan merebut gelar juara dunia kelas berat. Dengan hanya delapan pertarungan profesional sebelum laga itu, kemenangan Spinks menjadi salah satu kejutan terbesar dalam dunia tinju.
Namun, kejayaan itu hanya sebentar. Setelah kalah dalam rematch melawan Ali tujuh bulan kemudian, karier Spinks menurun drastis. Meskipun sempat bertarung melawan nama-nama besar lain, ia tidak pernah lagi mencapai puncak yang sama.
Dalam soal finansial, Spinks menghasilkan jutaan dolar sepanjang kariernya, tetapi gaya hidup boros, minimnya manajemen keuangan, serta keterlibatannya dengan alkohol dan narkoba membuat uang itu cepat habis. Di luar ring, ia tidak memiliki keterampilan atau sumber penghasilan lain yang stabil.
Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, Spinks dilaporkan tinggal di rumah sewaan kecil di St. Louis dan bekerja serabutan, termasuk sebagai satpam di gedung umum. Sang juara dunia yang dulu dielu-elukan, akhirnya harus menerima kenyataan pahit hidup dalam kesederhanaan, bahkan kemiskinan.
Leon Spinks meninggal dunia pada tahun 2021 akibat kanker prostat, meninggalkan kisah tragis bagaimana seorang pria yang pernah berada di puncak dunia bisa jatuh begitu rendah. Namanya kini menjadi simbol dari betapa cepatnya kejayaan tinju bisa berubah menjadi penderitaan finansial.
6. Joe Louis – “The Brown Bomber” yang Habis Diperas Pajak

Joe Louis, dijuluki “The Brown Bomber”, adalah salah satu ikon terbesar dalam sejarah tinju dunia. Ia memegang gelar juara dunia kelas berat dari tahun 1937 hingga 1949, mempertahankannya dalam 25 pertarungan berturut-turut—rekor yang masih dikenang hingga hari ini. Louis bukan hanya juara di atas ring, tapi juga simbol harapan bagi jutaan orang Amerika, khususnya komunitas Afrika-Amerika, pada masa penuh diskriminasi.
Namun, di balik kejayaannya, Louis harus menghadapi salah satu tragedi finansial paling pahit dalam sejarah olahraga. Selama masa Perang Dunia II, ia mendonasikan sebagian besar penghasilannya untuk kegiatan amal dan dukungan militer. Ironisnya, donasi tersebut tidak sepenuhnya diakui oleh otoritas pajak. Akibat salah urus administrasi, Louis akhirnya terlilit utang pajak yang membengkak hingga jutaan dolar.
Meski telah menghasilkan lebih dari US$ 5 juta (jumlah yang sangat besar pada masanya), Joe Louis menghabiskan masa tuanya dalam tekanan keuangan. Ia sempat bekerja sebagai pegawai di kasino Las Vegas, bahkan tampil sebagai greeter (penyambut tamu) demi menyambung hidup.
Tragedi ini diperparah oleh kondisi kesehatan mental dan fisiknya yang memburuk. Louis mengalami depresi, kecanduan obat, dan berakhir di kursi roda akibat masalah tulang belakang sebelum meninggal pada tahun 1981.
Hingga hari ini, kisah Joe Louis dijadikan contoh klasik betapa seorang legenda olahraga bisa terjebak dalam kebijakan pajak yang keras, manajemen keuangan buruk, dan kurangnya perlindungan hukum bagi atlet. Dari “The Brown Bomber” yang diagungkan, ia berakhir sebagai simbol kegetiran finansial setelah masa kejayaan.
7. Vinny Pazienza – Sang Petarung Tangguh yang Lupa Mengelola Uang

Vinny Pazienza, atau lebih dikenal sebagai “The Pazmanian Devil”, adalah salah satu petinju paling karismatik pada era 1980–1990-an. Ia terkenal bukan hanya karena gaya bertarungnya yang penuh semangat, tetapi juga karena kisah comeback-nya yang legendaris: setelah mengalami kecelakaan mobil parah pada 1991 yang hampir membuatnya lumpuh, Pazienza menolak pensiun. Dengan leher dipasang penyangga logam, ia kembali ke ring dan mengejutkan dunia dengan serangkaian kemenangan besar.
Secara prestasi, Pazienza meraih gelar juara dunia di dua kelas berbeda (lightweight dan light middleweight). Ia menghasilkan jutaan dolar sepanjang karier, terutama dari duel-duel besar yang menjadi tontonan populer di televisi. Namun, popularitas dan kekayaan itu tidak bertahan lama.
Pazienza dikenal memiliki gaya hidup boros, suka pesta, dan gemar berjudi, yang cepat menggerus tabungannya. Ditambah lagi, tidak ada investasi atau manajemen keuangan jangka panjang yang ia lakukan untuk melindungi kekayaannya. Hasilnya, begitu masa kejayaannya berakhir, Pazienza mulai kesulitan secara finansial.
Kondisinya tidak sampai semiskin beberapa legenda lain, tetapi jelas jauh dari kehidupan mewah seorang mantan juara dunia. Dalam banyak wawancara, Pazienza mengaku menyesal tidak mengatur keuangannya dengan lebih baik, meski ia tetap bangga dengan karier tinjunya.
Kisah Pazienza menjadi pengingat bahwa bahkan petarung dengan jiwa pantang menyerah di ring sekalipun bisa kalah telak oleh urusan keuangan di luar ring.
8. James Toney – Petinju Serba Bisa yang Habis oleh Gaya Hidup

James “Lights Out” Toney adalah salah satu petinju paling berbakat dalam sejarah modern. Dengan gaya counterpunching elegan, pertahanan cerdik, dan kemampuan bertarung di berbagai kelas, ia pernah meraih gelar dunia di tiga divisi berbeda: middleweight, super middleweight, dan cruiserweight. Bahkan ia sempat bertarung di kelas berat, menghadapi nama besar seperti Evander Holyfield.
Dalam ring, Toney menghasilkan puluhan juta dolar. Ia dikenal sebagai petarung yang jarang mundur dari tantangan dan punya daya tahan luar biasa. Namun, di luar ring, ceritanya jauh berbeda. Toney sering kali terseret dalam gaya hidup boros, pesta, dan manajemen keuangan yang buruk.
Masalahnya semakin parah ketika ia mulai kalah dari promotor nakal, investasi gagal, dan biaya hukum yang menumpuk. Meskipun sempat mencoba memperpanjang kariernya hingga usia senja demi tambahan penghasilan, bayaran yang ia dapat jauh dari masa keemasannya.
Pada tahun-tahun setelah pensiun, Toney dilaporkan menghadapi kesulitan finansial serius. Beberapa sumber menyebut ia kehilangan sebagian besar kekayaannya, meski tetap sesekali tampil di media atau acara pameran untuk menambah pemasukan.
Kisah James Toney adalah contoh klasik bahwa bakat besar dan karier panjang tidak menjamin keamanan finansial, jika tidak diimbangi dengan manajemen yang tepat. Dari seorang juara dunia multi-divisi, ia berakhir dalam daftar petinju yang mengalami kebangkrutan setelah masa kejayaan lewat.
9. Sonny Liston – Sang Juara yang Tak Pernah Merasakan Kekayaan Sejati

Charles “Sonny” Liston adalah salah satu sosok paling menakutkan di dunia tinju pada era 1960-an. Dengan tubuh kekar, aura intimidatif, dan pukulan mematikan, Liston pernah mendominasi divisi kelas berat. Kemenangan brutalnya atas Floyd Patterson pada 1962 membuatnya menjadi juara dunia dan salah satu petinju paling ditakuti pada zamannya.
Namun, berbeda dengan para juara lain, Liston tidak pernah benar-benar merasakan kejayaan finansial. Ia datang dari latar belakang kemiskinan dan sejak awal kariernya terikat pada kontrak yang dikuasai oleh tokoh-tokoh mafia. Mayoritas penghasilan dari pertarungan besar justru masuk ke kantong para promotor bayangan yang mengatur kariernya.
Liston memang sempat hidup dengan mobil mewah dan gaya hidup glamor, tetapi itu lebih banyak ditopang oleh lingkaran kriminal di sekelilingnya daripada hasil bersih dari ring. Dalam kenyataannya, ia tetap rapuh secara finansial dan tidak pernah punya tabungan jangka panjang.
Kehidupannya semakin suram setelah kalah dari Cassius Clay (Muhammad Ali) pada 1964 dan kemudian dalam rematch kontroversial tahun 1965. Dari situ, kariernya menurun tajam, dan keuangannya semakin berantakan.
Sonny Liston meninggal dunia secara misterius pada 1970 di Las Vegas, dengan kondisi keuangan yang buruk dan reputasi tercoreng oleh gosip narkoba serta keterlibatan kriminal. Hingga kini, banyak yang percaya Liston adalah salah satu contoh paling jelas dari juara dunia yang tidak pernah benar-benar menikmati hasil jerih payahnya di atas ring.
10. Aaron Pryor – “The Hawk” yang Terbang Tinggi Lalu Jatuh

Aaron “The Hawk” Pryor dikenal sebagai salah satu petinju paling ditakuti di era 1980-an. Dengan gaya bertarung agresif, stamina luar biasa, dan mental baja, Pryor mencatat rekor impresif: 39 kemenangan (35 KO) dan hanya 1 kekalahan. Namanya melambung tinggi berkat duel epik melawan Alexis Argüello pada 1982, yang dianggap salah satu pertarungan terbaik sepanjang masa.
Sebagai juara dunia kelas ringan junior, Pryor menghasilkan jutaan dolar dari laga besar dan tampil di televisi nasional Amerika. Pada masa kejayaannya, ia digadang-gadang bisa menjadi legenda selevel Sugar Ray Leonard. Namun, semua potensi itu hancur oleh kecanduan narkoba.
Pryor mulai mengonsumsi kokain pada pertengahan 1980-an, tepat ketika kariernya berada di puncak. Uang hasil pertarungan habis begitu saja untuk membeli narkoba, pesta, dan gaya hidup berlebihan. Popularitasnya pun anjlok karena ia sulit mempertahankan jadwal bertarung.
Meski sempat mencoba comeback, Pryor tidak pernah kembali ke level dunia. Keuangan yang kacau, kesehatan yang memburuk, dan kebiasaan buruk membuatnya berakhir dalam kondisi finansial yang tragis. Dari jutaan dolar yang pernah ia hasilkan, hampir tidak ada yang tersisa.
Aaron Pryor meninggal pada tahun 2016 akibat komplikasi penyakit jantung. Hingga akhir hayatnya, ia hidup sederhana jauh dari sorotan, meninggalkan kisah pahit seorang juara yang “terbang tinggi lalu jatuh” karena kecanduan dan kebangkrutan.
11. Buster Douglas – Dari Kejutan Dunia ke Masalah Finansial

Nama James “Buster” Douglas akan selalu tercatat dalam sejarah tinju dunia berkat satu malam magis pada 11 Februari 1990 di Tokyo Dome, Jepang. Malam itu, Douglas yang dianggap underdog berat dengan odds 42-1, berhasil melakukan salah satu kejutan terbesar dalam sejarah olahraga: mengalahkan Mike Tyson dengan KO ronde 10. Kemenangan ini langsung membuatnya menjadi juara dunia kelas berat WBC, WBA, dan IBF.
Namun, seperti banyak juara mendadak lainnya, Buster Douglas tidak mampu mempertahankan kejayaan itu lama. Pada pertarungan berikutnya, ia harus menyerahkan sabuknya kepada Evander Holyfield hanya dalam tiga ronde. Kekalahan tersebut menjadi awal dari kejatuhan kariernya.
Kehidupan Setelah Kejayaan
Douglas sempat absen cukup lama dari ring setelah mengalami masalah kesehatan, termasuk hampir kehilangan nyawanya akibat diabetes dan obesitas. Ia berhasil kembali ke ring di era 1990-an, tetapi sudah tidak lagi selevel dengan para petinju top.
Di luar ring, gaya hidup mewah yang tidak terkendali menggerogoti kekayaannya. Ia membeli rumah besar, mobil mahal, dan menghamburkan uang hasil kemenangan dari pertarungan legendaris melawan Tyson. Sayangnya, Douglas tidak memiliki manajemen keuangan yang baik, sehingga pendapatannya cepat terkuras.
Masalah Finansial
Douglas memang tidak mengalami kebangkrutan yang dramatis seperti Mike Tyson, tetapi kondisi finansialnya memburuk secara signifikan. Dari puluhan juta dolar yang pernah ia hasilkan, hanya tersisa sedikit. Laporan menyebutkan bahwa ia sempat kesulitan menjaga standar hidup mewah yang dulu ia nikmati.
Warisan Buster Douglas
Kini, Buster Douglas lebih banyak dikenang sebagai simbol keajaiban dalam olahraga, pria yang membuktikan bahwa tidak ada yang mustahil di atas ring. Namun di sisi lain, kisah hidupnya juga menjadi pelajaran tentang bagaimana kemenangan besar tidak selalu menjamin kebahagiaan dan keamanan finansial jangka panjang.
12. Ken Norton – Sang Pematah Rahang Ali yang Terpuruk di Masa Tua

Nama Ken Norton akan selalu dikenang karena satu momen bersejarah: 31 Maret 1973, ketika ia mengejutkan dunia dengan mengalahkan Muhammad Ali lewat keputusan split. Lebih dramatis lagi, Norton mematahkan rahang Ali dalam duel itu, membuatnya menjadi salah satu dari sedikit petinju yang benar-benar melukai sang legenda.
Setelah kemenangan tersebut, karier Norton menanjak. Ia sempat memegang gelar juara dunia WBC kelas berat dan menghadapi banyak lawan top seperti George Foreman, Larry Holmes, hingga trilogi dengan Ali. Norton dikenal sebagai petinju dengan gaya unik—menggunakan guard menyilang—yang membuatnya sulit ditebak.
Kejayaan dan Penghasilan
Sepanjang 1970-an, Norton meraup jutaan dolar dari pertarungan besar. Laga-laga utamanya melawan Ali, Holmes, dan Foreman membawanya ke jajaran elite kelas berat. Ia juga menjadi bintang media, muncul di televisi dan film, bahkan sempat menjadi figur populer di iklan.
Namun, seperti banyak petinju era itu, manajemen finansial yang buruk, gaya hidup mewah, dan investasi gagal membuat kekayaannya terkikis. Meski tidak pernah dilaporkan bangkrut total seperti Tyson atau Spinks, Norton menghadapi kesulitan keuangan serius setelah gantung sarung tinju.
Kehidupan Setelah Tinju
Setelah pensiun, Norton mencoba masuk ke dunia hiburan, tetapi tidak bertahan lama. Ia juga sempat melatih dan bekerja sebagai komentator, tetapi pendapatan itu tidak cukup menutup gaya hidupnya yang besar. Kondisi semakin memburuk setelah ia mengalami kecelakaan mobil parah pada 1986 yang membuat kesehatannya menurun drastis.
Warisan dan Kehidupan Akhir
Di masa tuanya, Ken Norton lebih banyak bergantung pada bantuan keluarga dan komunitas tinju. Ia meninggal dunia pada 18 September 2013 karena gagal jantung. Warisannya di dunia tinju tetap besar, terutama karena statusnya sebagai salah satu sedikit petinju yang pernah menaklukkan Muhammad Ali.
Namun, dari sisi finansial, Norton menjadi contoh bagaimana seorang juara dunia bisa kehilangan hampir seluruh kekayaannya karena manajemen yang buruk dan nasib malang di luar ring.
13. Trevor Berbick – Juara Dunia Singkat, Hidup Kacau, dan Kebangkrutan.

Trevor Berbick adalah petinju asal Jamaika yang sempat meraih puncak kejayaan ketika mengalahkan Pinklon Thomas pada 22 Maret 1986 dan menjadi juara dunia kelas berat WBC. Namun namanya lebih sering diingat karena dua hal:
- Sebagai lawan terakhir Muhammad Ali pada 1981, di mana Ali bertarung untuk terakhir kalinya.
- Sebagai korban KO brutal Mike Tyson pada 1986, ketika Tyson merebut gelarnya di usia 20 tahun dan menjadi juara dunia termuda kelas berat dalam sejarah.
Karier dan Uang Besar
Meski tidak sepanjang era Ali, Foreman, atau Holmes, Berbick tetap mengantongi jutaan dolar dari laga-laga besar. Pertarungannya melawan Ali dan Tyson mendatangkan sorotan global serta bayaran besar. Sayangnya, penghasilan itu tidak ia kelola dengan baik.
Masalah Hukum dan Kehidupan Berantakan
Setelah kehilangan gelarnya, kehidupan Berbick semakin kacau. Ia terjerat berbagai masalah hukum, termasuk kasus kriminal serius yang membuatnya dipenjara di Amerika Serikat. Tak berhenti di situ, Berbick bahkan sempat dideportasi ke Jamaika setelah bebas dari hukuman.
Kehidupan finansialnya porak-poranda. Tidak ada tabungan yang tersisa, sementara reputasinya rusak karena kasus hukum. Dari mantan juara dunia, ia terpuruk menjadi orang buangan tanpa stabilitas ekonomi.
Kehidupan Akhir yang Tragis
Berbick mencoba bertahan hidup di Jamaika, tetapi keadaannya tidak membaik. Ia tinggal dalam kondisi pas-pasan, jauh dari kejayaan masa lalu. Pada 28 Oktober 2006, Trevor Berbick ditemukan tewas mengenaskan di halaman gereja di Portland, Jamaika, akibat pembunuhan brutal dengan benda tumpul.
Warisan Pahit
Trevor Berbick dikenang bukan hanya karena pertarungannya dengan dua legenda (Ali dan Tyson), tetapi juga sebagai contoh klasik betapa cepatnya seorang juara dunia bisa kehilangan segalanya—gelar, uang, reputasi, bahkan nyawa.
14. Iran Barkley – Juara Dunia Multi-Divisi yang Berakhir Miskin.

Iran Barkley adalah petinju asal Bronx, New York, yang dikenal sebagai salah satu petarung paling berani dan agresif di era 1980–1990-an. Julukannya, “The Blade”, mencerminkan gaya bertarungnya yang tajam dan penuh serangan. Ia pernah menjadi juara dunia di beberapa kelas berbeda: menengah, super menengah, hingga kelas berat ringan.
Karier dan Ketenaran
Barkley mencapai puncak kejayaan pada tahun 1988 ketika secara mengejutkan mengalahkan Thomas “Hitman” Hearns dengan KO di ronde ke-3, merebut gelar WBC kelas menengah. Kemenangan itu langsung melambungkan namanya, bahkan menjadi salah satu “Upset of the Year”. Barkley juga sempat bertarung dengan nama besar lain seperti Roberto Durán, James Toney, dan Michael Nunn.
Di puncak kariernya, Barkley menghasilkan jutaan dolar. Namun, uang itu tidak bertahan lama.
Masalah Finansial
Setelah gantung sarung tinju, Barkley menghadapi kenyataan pahit. Ia tidak memiliki manajemen keuangan yang baik, dan sebagian besar penghasilannya habis untuk mendukung gaya hidup mewah serta lingkaran sosialnya. Investasi yang gagal dan kurangnya perencanaan pensiun membuatnya jatuh miskin.
Pada awal 2000-an, laporan media Amerika menyebut bahwa Iran Barkley sempat tinggal di tempat penampungan tunawisma di Bronx. Kisah ini mengejutkan banyak penggemar tinju, mengingat ia pernah menjadi juara dunia yang menghasilkan jutaan dolar.
Upaya Bertahan Hidup
Barkley perlahan bangkit berkat dukungan komunitas tinju dan berbagai organisasi amal yang peduli dengan mantan juara dunia. Meski kehidupannya tidak lagi mewah, setidaknya ia bisa bertahan hidup dengan lebih baik dibanding masa-masa paling gelapnya.
Warisan
Iran Barkley dikenang sebagai petarung keras yang tidak pernah mundur, pria yang bisa mengalahkan nama besar seperti Hearns. Namun, kisah hidupnya juga menjadi pelajaran bahwa bahkan juara multi-divisi bisa jatuh ke titik terendah jika tidak bijak mengatur keuangan.
15. Michael Nunn – “Second to None” yang Kehidupannya Terpuruk

Michael Nunn lahir di Davenport, Iowa, pada 14 April 1963. Dijuluki “Second to None”, ia dikenal sebagai salah satu petinju paling berbakat pada era 1980–1990-an. Dengan gaya kidal yang licin, tinggi badan 185 cm, dan kemampuan teknis yang mumpuni, Nunn mendominasi kelas menengah dan super menengah.
Karier dan Puncak Kejayaan
Nunn menjadi juara dunia IBF kelas menengah pada 1988, mengalahkan Frank Tate. Ia mempertahankan gelar itu beberapa kali, termasuk kemenangan mengesankan melawan Iran Barkley dan Sumbu Kalambay (yang ia kalahkan dengan KO ronde pertama). Pada 1991, Nunn juga merebut gelar WBA kelas super menengah, mengukuhkan statusnya sebagai salah satu petinju terbaik pound-for-pound di zamannya.
Di masa kejayaannya, Nunn menghasilkan jutaan dolar dari pertarungan besar. Ia adalah bintang HBO Boxing, sering masuk headline media, dan diprediksi bisa menjadi salah satu legenda jangka panjang.
Kejatuhan dan Kasus Kriminal
Namun, kehidupan di luar ring justru menghancurkan masa depannya. Pada 2002, Michael Nunn ditangkap oleh agen federal karena kepemilikan dan distribusi narkoba. Ia akhirnya dijatuhi hukuman 24 tahun penjara federal setelah terbukti bersalah dalam kasus perdagangan kokain.
Hukuman ini bukan hanya mengakhiri karier tinjunya, tapi juga menghancurkan seluruh kekayaan dan reputasinya. Dari seorang mantan juara dunia yang menghasilkan jutaan dolar, ia berubah menjadi narapidana dengan kehidupan yang hancur.
Kehidupan Setelah Penjara
Michael Nunn bebas dari penjara pada 2019, setelah menjalani sekitar 16 tahun dari hukumannya. Ketika keluar, ia hampir tidak memiliki apa-apa: uang habis, popularitas pudar, dan dunia tinju sudah lama meninggalkannya. Meski sempat kembali tampil di beberapa event eksibisi, kehidupannya jauh dari kemewahan.
Warisan
Nunn dikenang sebagai salah satu petinju berbakat yang seharusnya bisa mencapai status legenda sejajar dengan Roy Jones Jr atau James Toney. Namun, masalah gaya hidup, narkoba, dan keputusan buruk membuatnya masuk daftar petinju yang bangkrut di masa pensiun.
16. Clifford Etienne – Dari Harapan Kelas Berat ke Penjara Seumur Hidup

Clifford Etienne, dijuluki “The Black Rhino”, lahir di Louisiana pada 9 Maret 1970. Ia awalnya dikenal sebagai bakat besar tinju kelas berat dengan kekuatan pukulan yang eksplosif. Namun, kisah hidupnya lebih banyak diwarnai masalah hukum dan keuangan daripada kejayaan di ring.
Awal Karier dan Janji Besar
Etienne mulai meniti karier profesional pada akhir 1990-an. Gaya bertarungnya agresif dan fisiknya yang kekar membuat banyak pengamat menyebutnya calon bintang besar kelas berat Amerika. Pada awal 2000-an, ia mengumpulkan rekor mengesankan dan mendapat kesempatan melawan nama-nama besar.
Namun, sorotan terbesar datang ketika ia menghadapi Mike Tyson pada Februari 2003. Pertarungan ini berakhir tragis bagi Etienne karena ia kalah KO hanya dalam 49 detik. Kekalahan tersebut menghancurkan reputasinya, sekaligus menutup peluangnya untuk menjadi bintang besar.
Kehidupan di Luar Ring dan Masalah Finansial
Di balik kariernya, Etienne membawa masa lalu kelam. Ia pernah menjalani 10 tahun penjara karena perampokan bersenjata sebelum menjadi petinju. Setelah kalah dari Tyson, hidupnya semakin kacau. Hasil dari pertarungan-pertarungan besar cepat habis, dan gaya hidup mewah yang tidak terkendali membuatnya terjerat utang.
Penjara Seumur Hidup
Tragedi terbesar datang pada 2005, ketika Etienne kembali melakukan serangkaian kejahatan serius: pencurian mobil, perampokan, dan penembakan. Ia akhirnya ditangkap dan dijatuhi hukuman 160 tahun penjara tanpa kemungkinan bebas bersyarat. Dengan vonis ini, Etienne praktis akan menghabiskan sisa hidupnya di balik jeruji.
Warisan Kelam
Clifford Etienne dikenang bukan karena prestasi tinjunya, melainkan karena kejatuhan drastisnya. Dari seorang mantan prospek kelas berat yang pernah tampil melawan Mike Tyson di panggung besar, ia berubah menjadi simbol kegagalan akibat kriminalitas, manajemen keuangan buruk, dan keputusan hidup yang salah.
17. Tim Witherspoon – Juara Dunia Kelas Berat yang Kehilangan Kekayaan

Tim Witherspoon, dijuluki “Terrible”, adalah petinju Amerika yang pernah memegang gelar juara dunia WBC kelas berat pada era 1980-an. Dengan tinggi badan 193 cm dan pukulan keras, ia dikenal sebagai salah satu raksasa tangguh di divisi kelas berat.
Karier dan Kejayaan
Witherspoon meraih gelar WBC kelas berat pada 1983 setelah mengalahkan Greg Page, dan berhasil mempertahankannya dalam beberapa pertarungan besar. Sepanjang kariernya, ia bertarung melawan legenda seperti Mike Tyson, Tony Tucker, dan Frank Bruno, menghasilkan jutaan dolar dari pertarungan televisi nasional dan kontrak promosi.
Kehidupan Finansial Pasca-Tinju
Meskipun penghasilan besar semasa aktif, Witherspoon tidak memiliki manajemen keuangan yang memadai. Pengeluaran untuk rumah mewah, mobil, dan gaya hidup mahal cepat menggerogoti kekayaannya. Ia juga pernah mengalami kesulitan membayar pajak dan tagihan rutin, yang membuat keuangannya semakin menipis.
Kehidupan Setelah Ring
Setelah gantung sarung tinju, Witherspoon berusaha tetap bertahan dengan melatih tinju, melakukan sparring untuk petinju muda, dan tampil di beberapa acara eksibisi. Meski tetap dikenal dalam komunitas tinju, pendapatan tambahan ini tidak sebanding dengan masa kejayaan dan kekayaan yang dulu ia miliki.
Warisan
Tim Witherspoon dikenang sebagai juara dunia kelas berat yang solid dan tangguh, namun kisah hidupnya menjadi peringatan bahwa kekayaan dan ketenaran di ring tidak otomatis menjamin keamanan finansial setelah pensiun.
18. Hector “Macho” Camacho – Si Flamboyan yang Kehidupan Nyatanya Hancur

Hector Camacho, dijuluki “Macho”, adalah salah satu petinju paling karismatik dan flamboyan dari Puerto Rico. Ia memegang gelar juara dunia di tiga divisi berbeda: super bantam, ringan, dan welter. Gaya bertarungnya cepat, licin, dan penuh trik, membuatnya disukai penggemar tinju di seluruh dunia.
Karier dan Kekayaan
Camacho terkenal karena aksinya di ring dan di luar ring. Di masa kejayaannya, ia tampil dengan pakaian mencolok, rambut pirang, dan selalu memikat kamera. Ia menghasilkan jutaan dolar dari pertarungan besar, termasuk melawan Julio César Chávez, Sugar Ray Leonard, dan Félix Trinidad.
Namun, gaya hidup mewahnya cepat menggerogoti kekayaannya. Camacho gemar pesta, mobil mewah, rumah besar, serta pergaulan yang sering melibatkan narkoba dan minuman keras.
Masalah Finansial
Meski pernah meraup jutaan dolar, Camacho mengalami kesulitan finansial serius di akhir hidupnya. Banyak asetnya dijual untuk menutupi pengeluaran dan utang yang menumpuk. Ia juga beberapa kali harus menghadapi tuntutan hukum dan masalah pajak, yang semakin menipiskan kekayaannya.
Kehidupan dan Kematian Tragis
Camacho terus berjuang untuk bertahan hidup, kadang kembali ke ring untuk laga-laga eksibisi demi tambahan pemasukan. Namun, hidupnya berakhir tragis: pada 20 November 2012, Hector Camacho ditembak di Bayamón, Puerto Rico, dan meninggal beberapa hari kemudian akibat luka tembak yang parah.
Warisan
Hector Camacho dikenang sebagai petinju berbakat dan entertainer sejati, tetapi kisah hidupnya juga menjadi contoh nyata bahwa kekayaan dan ketenaran bisa habis jika tidak dikelola dengan bijak. Ia meninggal dengan reputasi besar di ring, tapi finansialnya telah hancur jauh sebelum kematiannya.
19. Meldrick Taylor – “Marvelous” yang Terjatuh Setelah Kejayaan.

Meldrick Taylor, dijuluki “Marvelous”, adalah petinju asal Philadelphia yang dikenal karena kecepatan tangan luar biasa dan kemampuan teknisnya di ring. Ia menjadi juara dunia kelas welter junior (junior welterweight) dan super welterweight, dan dikenal sebagai rival berat Pernell Whitaker, yang menghasilkan duel epik dalam sejarah tinju.
Karier dan Puncak Kejayaan
Taylor memulai karier profesional pada awal 1980-an dan cepat naik ke puncak. Salah satu momen paling terkenal adalah pertarungan epiknya melawan Julio César Chávez pada Maret 1990. Dalam duel yang menegangkan itu, Taylor sempat unggul di skor sebelum KO kontroversial di detik-detik terakhir ronde 12 membuatnya kalah.
Di masa kejayaannya, Taylor menghasilkan jutaan dolar dari kontrak pertarungan besar, endorsement, dan bonus televisi. Ia dianggap sebagai salah satu prospek terpanas dan petinju paling berbakat di divisi ringan.
Masalah Finansial
Namun, seperti banyak petinju lain, Taylor tidak mampu mengelola kekayaannya. Gaya hidup mewah, pengeluaran besar, serta kurangnya perencanaan keuangan membuat sebagian besar penghasilannya habis begitu saja. Taylor juga sempat terjerat masalah hukum kecil yang menambah beban finansialnya.
Kehidupan Setelah Ring
Setelah pensiun, Taylor mencoba berbagai pekerjaan di bidang olahraga dan tinju, termasuk melatih petinju muda. Meski tetap aktif dalam komunitas tinju, penghasilan tambahan ini jauh dari cukup untuk menutupi kebangkrutan yang dialaminya.
Warisan
Meldrick Taylor dikenang sebagai petinju teknis dan cepat yang bisa menyaingi siapa saja di ring, tetapi kehidupannya di luar ring menjadi peringatan tentang bagaimana bakat luar biasa tidak menjamin keamanan finansial. Dari seorang juara dunia yang menghasilkan jutaan, ia harus menghadapi kenyataan pahit kebangkrutan di masa pensiun.
20. Johnny Tapia – Sang “Pride of Albuquerque” yang Kehidupan Nyatanya Hancur

Johnny Tapia, dijuluki “Mi Vida Loca” (Hidupku Gila), lahir di Albuquerque, New Mexico, dan dikenal sebagai salah satu petinju kelas bantam dan super bantam terhebat sepanjang sejarah. Ia memenangkan gelar dunia di tiga divisi berbeda, dan terkenal karena gaya bertarung agresif, teknik luar biasa, serta kemampuan bangkit dari situasi sulit.
Karier dan Kejayaan
Tapia meraih gelar dunia WBO kelas bantam pada usia muda dan mempertahankannya beberapa kali. Ia dikenal karena pertarungan epik melawan mantan juara dunia seperti Marco Antonio Barrera, Erik Morales, dan Johnny Bredahl. Tapia juga tampil di televisi nasional, menghasilkan jutaan dolar dari pertarungan besar dan kontrak sponsor.
Kehidupan Penuh Drama
Namun, kehidupan pribadi Tapia penuh dengan tragedi dan masalah narkoba. Ia kehilangan kedua orang tua pada usia muda, sempat mengalami kecelakaan serius, dan berjuang dengan kecanduan obat-obatan. Masalah ini menggerogoti kesehatan, reputasi, dan terutama kekayaannya.
Kebangkrutan
Meskipun menghasilkan jutaan dolar selama kariernya, Tapia tidak mampu mengelola keuangannya. Gaya hidup mewah, pesta, dan kecanduan narkoba membuatnya cepat kehilangan hampir seluruh kekayaan. Di masa tuanya, Tapia menghadapi kesulitan finansial yang signifikan, tinggal dalam kondisi sederhana, jauh dari kemewahan masa kejayaannya.
Warisan
Johnny Tapia meninggal dunia pada 27 Mei 2012 akibat serangan jantung, meninggalkan kisah hidup yang tragis namun legendaris. Ia dikenang sebagai juara dunia berbakat dengan hati besar, tetapi juga sebagai contoh nyata bahwa ketenaran dan kekayaan di ring tidak selalu menjamin keamanan finansial di luar.
Kisah 20 petinju bangkrut setelah pensiun adalah cerminan kerasnya dunia tinju di luar ring. Dari Mike Tyson, Evander Holyfield, hingga Johnny Tapia, mereka pernah berdiri di puncak kejayaan, mengantongi jutaan dolar, dan dielu-elukan publik. Namun, kesalahan dalam mengelola keuangan, gaya hidup mewah, pengaruh buruk, hingga kecanduan narkoba membuat mereka kehilangan hampir seluruh harta yang telah diperjuangkan dengan darah dan keringat.
Fenomena ini memberi pelajaran penting bahwa kekayaan dan popularitas tidak akan bertahan lama tanpa manajemen finansial yang baik. Tinju tidak hanya soal pertarungan di ring, tetapi juga pertarungan dalam kehidupan nyata—melawan godaan, kebiasaan buruk, dan keputusan salah yang bisa menghancurkan masa depan.
Artikel ini menjadi pengingat bahwa kemewahan sementara bisa hilang sekejap, dan bahwa disiplin sejati bukan hanya soal menjaga tubuh di gym, tetapi juga menjaga keuangan dan kehidupan pribadi.
#tinjuDunia #PetinjuBangkrut #KisahTragis #MikeTyson #EvanderHolyfield #JohnnyTapia #SejarahTinju #GayaHidupMewah #Bangkrut #FaktaTinju









